SELAMAT DATANG di BAITUL MAL KABUPATEN ACEH SELATAN. Sekretariat Pengurusan Zakat, Infaq & Shadaqah ( ZIS ) Se - Kabupaten Aceh selatan

Kamis, 16 Desember 2010

ZAKAT SEBAGAI PAD

Zakat  Sebagai PAD
Oleh. Amrullah ( KEPALA BAITUL MAL ACEH )
  1. Dasar hukum pemungutan, pengumpulan dan penyaluran zakat tetap dipedomani ketentuan syariah.
  2. Pengelolaan zakat, wakaf dan harta agama tetap dilakukan oleh Baitul Mal sebagaimana diatur dalam pasal 191 UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh dan tidak boleh dialihkan dibawah pengelolaan DPKKA dengan segala atribut peraturan pengelolaan keuangan daerah.
  3. Zakat sebagai salah satu sumber PAD sebagaimana ditetapkan dalam pasal 180 ayat (1) huruf d, adalah PAD yang bersifat khusus (PAD-SUS), karena zakat tidak dapat dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang sudah dianggarkan dalam APBD pada umumnya, kecuali untuk penyaluran zakat yang sesuai dengan mekanisme syariat.
  4. Adanya ketentuan zakat sebagai PAD harus dimanfaatkan secara optimal, karena Pemerintah Pusat telah mensetarakan penerimaan zakat dengan penerimaan pajak, sehingga mempunyai kewajiban bagi Pemda untuk mengintensifkan penerimaan zakat melalui pemotongan pada daftar gaji/daftar penghasilan melalui program komputerisasi, sebagaimana Pemerintah Pusat mewajibkan pemotongan PPh dan PPN pada setiap pencairan SP2D.
  5. Pemerintah Daerah dalam hal ini Gubernur Aceh harus dapat memperjuangkan secara gigih kepada Pemerintah Pusat agar ketentuan yang diatur dalam pasal 192 UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh yang menyebutkan pembayaran zakat dapat mengurangi jumlah pembayaran pajak penghasilan terhutang, dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga orang Islam di Aceh tidak dikenakan pajak ganda (double taxes).
  6. Kemudahan yang diberikan Pemerintah Pusat selama ini melalui UU No.36/2008 tentang perubahan keempat atas U.U No.7/1963 tentang Pajak Penghasilan, dimana dalam pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1, pasal 9 ayat (1) huruf g dan keputusan Ditjen Pajak No. KEP – 545/PJ/2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan peraturan Ditjen Pajak No : PER-15/PJ/2006 yang menetapkan: “amil zakat, muzakki dan mustahik bukan objek pajak” perlu dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Praktek selama ini ternyata honorarium untuk amil zakat yang jumlahnya tidak seberapa tetap dikenakan PPh yang jumlahnya mencapai 15%. Pengenaan tersebut dilakukan karena petugas pada DPKKA tidak dapat memahami ketentuan UU No.36/2008 sebagaimana tersebut diatas.
  7. Untuk lebih mengoptimalkan penerimaan PAD yang bersumber dari zakat, Pemda (baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota) wajib menyediakan dana pendukung/biaya operasional Baitul Mal yang memadai, terutama untuk biaya sosialisasi kepada muzakki/masyarakat pada umumnya yang enggan membayar zakat.
  8. Adanya sementara pejabat yang tetap memasukkan zakat sebagai PAD murni dengan klasifikasi lain-lain PAD yang sah adalah bertentangan dengan hukum, karena pengertian tersebut tidak dijumpai dalam berbagai perundang-undangan yang ada termasuk Permendagri No.13/2006. (Lihat: Pengertian PAD yang dimuat dalam Berbagai Peraturan Perundang-Undangan, terlampir). Karenanya zakat harus dirumuskan sebagai PAD yang bersifat khusus dimana didalamnya melekat ketentuan syariat, disamping memenuhi kriteria pertanggungjawaban keuangan daerah.
  9. Gubernur sebagai penanggung jawab pelaksanaan UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh wajib mengeluarkan instruksi kepada seluruh pejabat dan aparat Pemerintah yang ada di Aceh (termasuk aparat Pemerintah Pusat) untuk betul-betul memahami pengertian pelaksanaan syariat Islam secara kaffah, serta membuat perumusannya secara komprehensif dan ilmiah bukan hanya mengatur masalah jilbab dan celana ketat saja.
 Wallahu’alam bisshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kritik & saran

"Salam Pengurus Kantor Baitul Mal Kabupaten Aceh Selatan"