1 Drs. H. Zainuddin.S, Air Berudang,Tapaktuan ( Kepala Baitul Mal )
2 H. Thantawi. BA, Perumnas, Samadua ( Wakil Kepala Baitul Mal )
3 Drs. Yulizar Yunus, Lhok Keutapang, Tapaktuan ( Sekretaris Baitul Mal )
4 Hartati, S.Ag, Perumnas, Samadua ( Bendahara Baitul Mal )
5 H. Elizar, Padang, Tapaktuan (Pemegang Kas Baitul Mal )
6 Eka Sahputra Gp. Payo Nan_Gadang, Samadua ( Staf Elektronik dan Data )
7 Sukhri Gp. Batu Itam, Tapaktuan ( Ka. Sub Adm UPZP )
Kantor Pengurusan Zakat,Infaq dan shadaqah (ZIS) Kab. Aceh Selatan
Jumat, 02 April 2010
QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG BAITUL MAL
1
QANUN ACEH
NOMOR 10 TAHUN 2007
TENTANG
BAITUL MAL
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Syariat Islam dan mengoptimalkan
pendayagunaan zakat, wakaf, dan harta agama sebagai potensi
ekonomi umat Islam, perlu dikelola secara optimal dan efektif oleh
sebuah lembaga profesional yang bertanggungjawab;
b. bahwa dalam kenyataannya, pengelolaan zakat, wakaf dan harta
agama lainnya telah lama dikenal dalam masyarakat Aceh, namun
pengelolaannya belum dapat secara optimal;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 180 ayat (1) huruf d, Pasal 191
dan Pasal 192 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh, berkenaan dengan zakat, wakaf, dan harta
agama dikelola oleh Baitul Mal yang diatur dengan Qanun Aceh;
d. bahwa untuk maksud tersebut, perlu membentuk Qanun Aceh
tentang Baitul Mal.
Mengingat : 1. Al-Qur’an;
2. Al-Hadist;
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, tentang Pembentukan
Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Propinsi
Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1103);
4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
(Lembaran Negara Republik Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885);
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Atjeh (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3893);
2
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109);
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4280);
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor Tahun 2004 Nomor 4355);
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4548);
11. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459);
12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4611,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4611);
13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633 );
14. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 105);
3
15. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Permasalahan Hukum
dalam rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah dan
Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
Kepulauan Nias di Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 119);
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 89);
18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140);
19. Peraturan Daerah (Qanun) Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5
Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam (Lembaran Daerah
Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2000 Nomor 30);
20. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002
tentang Peradilan Syariat Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam Tahun 2002 Nomor 2 Seri E Nomor 2, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4);
21. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002
tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar
Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun
2002 Nomor 54 Seri E Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5);
22. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 2 Tahun 2003
tentang Susunan, Kedudukan dan Kewenangan Kabupaten/Kota
dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Daerah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 15 Seri D
Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Nomor 18);
4
23. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 3 Tahun 2003
tentang Susunan, Kedudukan dan Kewenangan Pemerintah
Kecamatan dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran
Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 16
Seri D Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Nomor 19);
24. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2003
tentang Pemerintahan Gampong (Lembaran Daerah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 17 Seri D Nomor 7,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Nomor 21);
25. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan
Qanun (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007
Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam
Tahun 2007 Nomor 03);
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah
dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
27. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 373 Tahun
2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH
dan
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : QANUN ACEH TENTANG BAITUL MAL.
5
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan :
1. Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
2. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah provinsi sebagai suatu kesatuan
masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota.
3. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas
gabungan beberapa gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin
oleh Imeum Mukim atau nama lain dan berkedudukan langsung di bawah Camat.
4. Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah
Mukim dan dipimpin oleh Keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan
urusan rumah tangga sendiri.
5. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sesuai
dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
6. Pemerintahan Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten/Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat
Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
7. Gubernur adalah Kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses
demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil.
6
8. Bupati/Walikota adalah kepala pemerintahan daerah kabupaten/kota yang dipilih
melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil.
9. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan
Rakyat Aceh (DPRA) adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Aceh yang
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
10. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Dewan
Perwakilan Rakyat kabupaten/kota (DPRK) adalah unsur penyelenggara
pemerintahan kabupaten/kota yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
11. Baitul Mal adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang diberi kewenangan untuk
mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf, harta agama dengan tujuan untuk
kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak yatim piatu
dan/atau hartanya serta pengelolaan terhadap harta warisan yang tidak ada wali
berdasarkan Syariat Islam.
12. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah institusi pengelola zakat
yang sudah ada atas prakarsa masyarakat dan didaftarkan pada Baitul Mal.
13. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZ adalah satuan organisasi yang
dibentuk oleh Baitul Mal Aceh dan Kabupaten/Kota dengan tugas mengumpulkan
zakat para muzakki pada instansi pemerintah dan lingkungan swasta.
14. Zakat adalah bagian dari harta yang wajib disisihkan oleh sorang muslim atau badan
(koorporasi) sesuai dengan ketentuan Syariat Islam untuk disalurkan kepada yang
berhak menerimanya dibawah pengelolaan Baitul Mal.
15. Zakat Fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok atau uang senilai harganya yang
dikeluarkan oleh setiap orang Islam untuk diri dan tanggungannya pada akhir
Ramadhan sesuai dengan ketentuan syari’at.
16. Zakat Maal adalah zakat yang dikenakan atas harta yang disisihkan oleh seorang
muslim atau badan yang dimilki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’at.
17. Muzakki adalah orang atau badan yang berkewajiban menunaikan zakat.
18. Mustahik adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
19. Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariat yang
diwakafkan oleh wakif untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umat.
20. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
7
21. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
22. Harta Agama adalah sejumlah kekayaan umat Islam yang bersumber dari zakat,
infaq, shadaqah, wakaf, hibah, meusara, harta wasiat, harta warisan, dan lain-lain
yang diserahkan kepada Baitul Mal untuk di kelola dikembangkan sesuai dengan
ketentuan Syariat.
23. Pengelolaan Harta Agama adalah serangkaian kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pemeliharaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap penetapan,
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan oleh Baitul Mal.
24. Mahkamah Syar’iyah Aceh dan Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota adalah
pengadilan selaku pelaksana kekuasaan kehakiman dalam lingkungan peradilan
agama yang merupakan bagian dari sistem peradilan nasional.
25. Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang atau badan sebagai
wakil dari anak atau sebagai pengampu dari orang yang tidak cakap untuk
melakukan suatu perbuatan hukum demi kepentingan dan atas nama anak atau
orang yang tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya tidak cakap melakukan
perbuatan hukum.
26. Wali adalah orang atau badan yang menjalankan kekuasaannya terhadap anak atau
orang yang tidak mempunyai orang tuanya lagi atau orang tua dan ianya tidak cakap
melakukan perbuatan hukum, baik untuk kepentingan pribadi, maupun harta
kekayaannya.
27. Harta yang tidak diketahui pemiliknya adalah harta yang meliputi harta tidak
bergerak, maupun harta bergerak, termasuk surat berharga, simpanan di bank, klaim
asuransi yang tidak diketahui lagi pemilik atau tidak ada lagi ahli warisnya.
28. Majelis Permusyawaratan Ulama selanjutnya disebut MPU adalah majelis yang
anggotanya terdiri atas ulama dan cendikiawan muslim yang merupakan mitra kerja
Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRA/DPRK baik pada tingkat
Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Kecamatan.
29. Pembina Kecamatan adalah pihak yang berwewenang melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap Baitul Mal Kemukiman dan Baitul Mal Gampong atau nama
lain dalam Kecamatan tersebut.
30. Badan Usaha adalah suatu badan yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama
dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, koperasi, yayasan atau
organisasi yang sejenis, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya.
8
31. Kepala Urusan Agama Kecamatan, selanjutnya disingkat KAKUAKEC adalah Kepala
Urusan Agama di kecamatan yang merupakan aparat paling bawah dari Departemen
Agama Republik Indonesia.
32. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh, yang selanjutnya disebut Anggaran
Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah Provinsi Aceh yang ditetapkan dengan Qanun Aceh.
33. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, yang selanjutnya disebut
Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota (APBK) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota yang ditetapkan dengan Qanun
Kabupaten/Kota.
34. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala
satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan APBA/APBK dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.
35. Bendahara Umum Daerah, selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak
dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah.
36. ‘Uqubat adalah ketentuan atau ancaman hukuman terhadap pelanggar jarimah ta’zir
yang berkenaan dengan zakat.
BAB II
PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI BAITUL MAL
Bagian Kesatu
Pembentukan Baitul Mal
Pasal 2
Dengan Qanun ini dibentuk Baitul Mal Aceh, Baitul Mal Kabupaten/Kota, Baitul Mal
Kemukiman dan Baitul Mal Gampong.
Pasal 3
(1) Baitul Mal Aceh adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang dalam melaksanakan
tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan bertanggung
jawab kepada Gubernur.
(2) Baitul Mal Kabupaten/Kota adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang dalam
melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan
bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.
9
(3) Baitul Mal Mukim adalah Lembaga Kemukiman Non Struktural yang dalam
melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan
bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(4) Baitul Mal Gampong adalah Lembaga Gampong Non Struktural yang dalam
melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan
bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi Baitul Mal Aceh
Pasal 4
(1) Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh terdiri atas Kepala, Sekretaris, Bendahara, Bidang
Pengawasan, Bidang Pengumpulan, Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan,
Bidang Sosialisasi dan Pengembangan dan Bidang Perwalian yang terdiri dari Sub
Bidang dan Sub Bagian.
(2) Jabatan Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, Bendahara, Kepala Subbag dan Kepala Sub
Bidang Baitul Mal Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Gubernur.
(3) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat/pimpinan badan Baitul Mal Aceh harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. bertaqwa kepada Allah SWT dan taat beribadah;
b. amanah, jujur dan bertanggungjawab;
c. memiliki kredibilitas dalam masyarakat;
d. mempunyai pengetahuan tentang zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya
serta manajemen;
e. memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan pengelolaan zakat, waqaf,
harta agama dan harta lainnya, dan
f. syarat-syarat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Sebelum diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Gubernur membentuk tim
independen yang bersifat ad hoc untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan
terhadap calon-calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh.
(5) Tata cara uji kelayakan dan kepatutan pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal
Aceh ditetapkan dengan keputusan Gubernur.
10
(6) Calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh, sebelum ditunjuk dan diangkat oleh
Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu harus mendapat
persetujuan Pimpinan DPRA, melalui telaahan Komisi terkait.
(7) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi Baitul Mal Kabupaten/Kota
Pasal 5
(1) Badan Pelaksana Baitul Mal Kabupaten/Kota terdiri atas Kepala, Sekretaris,
Bendahara, Bagian Pengumpulan, Bagian Pendistribusian dan Pendayagunaan, Bagian
Sosialisasi dan Pembinaan dan Bagian perwalian yang terdiri dari Sub Bagian dan
Seksi.
(2) Jabatan Kepala, Sekretaris, Bendahara dan Kepala Subbag dan Kepala Sub Bidang
Baitul Mal Kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Bupati/Walikota.
(3) Pembinaan Baitul Mal Mukim dan Gampong atau nama lain dilaksanakan oleh Camat,
Kepala KUA Kecamatan dan Ketua MPU Kecamatan di bawah koordinasi Baitul Mal
kabupaten/Kota.
(4) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat/pimpinan badan Baitul Mal Kabupaten/Kota
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. bertaqwa kepada Allah SWT dan taat beribadah;
b. amanah, jujur dan bertanggung jawab;
c. memiliki kredibilitas dalam masyarakat;
d. mempunyai pengetahuan tentang zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya
serta manajemen;
e. memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan pengelolaan zakat, waqaf,
harta agama dan harta lainnya, dan
f. syarat-syarat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Sebelum diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bupati/Walikota membentuk
tim independen yang bersifat ad hoc untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan
terhadap calon-calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Kabupaten/Kota.
11
(6) Tata cara uji kelayakan dan kepatutan pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal
Kabupaten/Kota ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota.
(7) Calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Kabupaten/Kota, sebelum ditunjuk dan
diangkat oleh Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu
harus mendapat persetujuan Pimpinan DPRK, melalui telaahan Komisi terkait.
(8) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Keempat
Susunan Organisasi Baitul Mal Kemukiman
Pasal 6
(1) Pada tingkat kemukiman dapat dibentuk Badan Pelaksana Baitul Mal kemukiman.
(2) Badan Pelaksana Baitul Mal Kemukiman sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah
Lembaga Non Struktural terdiri atas Ketua yang karena jabatannya dilaksanakan
oleh Imuem Mesjid Kemukiman atau nama lain, Sekretaris, Bendahara, Seksi
Perwalian, Seksi Perencanaan dan Pendataan dan Seksi Pengawasan yang ditetapkan
oleh Imuem Mukim atau nama lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Kelima
Susunan Organisasi Baitul Mal Gampong
Pasal 7
(1) Badan Pelaksana Baitul Mal Gampong atau nama lain adalah Lembaga Non
Struktural, yang terdiri atas Ketua yang karena jabatannya dilaksanakan oleh Imuem
Meunasah atau Imuem Mesjid atau nama lain, Sekretaris, Bendahara, Urusan
Perwalian, Urusan Pengumpulan dan Urusan Penyaluran yang ditetapkan oleh
Keuchik atau nama lain.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam peraturan Bupati/Walikota.
12
BAB III
KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN BAITUL MAL
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Kewenangan
Pasal 8
(1) Baitul Mal mempunyai fungsi dan kewenangan sebagai berikut:
a. mengurus dan mengelola zakat, wakaf, dan harta agama;
b. melakukan pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat;
c. melakukan sosialisasi zakat, wakaf dan harta agama lainnya;
d. menjadi wali terhadap anak yang tidak mempunyai lagi wali nasab, wali
pengawas terhadap wali nashab, dan wali pengampu terhadap orang dewasa
yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum;
e. menjadi pengelola terhadap harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya
berdasarkan putusan Mahkamah Syari’ah; dan
f. membuat perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan
pemberdayaan ekonomi umat berdasarkan prinsip saling menguntungkan.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan
ketentuan syari’at dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
Dalam menjalankan kewenangannya yang berkaitan dengan syar’iat, Baitul Mal
berpedoman pada fatwa MPU Aceh.
Bagian Kedua
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Aceh
Pasal 10
(1) Baitul Mal Aceh sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 berwenang mengumpulkan,
mengelola dan menyalurkan :
a. Zakat Mal pada tingkat Provinsi meliputi : BUMN, BUMD Aceh dan Perusahaan
swasta besar;
b. Zakat Pendapatan dan Jasa/Honorium dari :
13
1. pejabat/PNS/TNI-POLRI, Karyawan Pemerintah Pusat yang berada di Ibukota
Provinsi;
2. pejabat/PNS/Karyawan lingkup Pemerintah Aceh;
3. pimpinan dan anggota DPRA;
4. karyawan BUMN/BUMD dan perusahan swasta besar pada tingkat Provinsi;
dan
5. ketua, anggota dan karyawan lembaga dan badan daerah tingkat provinsi.
c. Harta Agama dan harta waqaf yang berlingkup provinsi.
(2) Membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) yang ditetapkan dengan keputusan Baitul Mal Aceh.
(3) Meminta Laporan secara periodik setiap 6 (enam) bulan dari Baitul Mal
Kabupaten/Kota.
(4) melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Baitul Mal Kabupaten/
Kota.
Pasal 11
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Gubernur.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
Bagian Kedua
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Kabupaten/Kota
Pasal 12
(1) Baitul Mal Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berwenang
mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan :
a. zakat mal pada tingkat Kabupaten/Kota meliputi :
BUMD dan Badan Usaha yang berklasifikasi menengah.
b. zakat pendapatan dan jasa/ honorarium dari :
1. pejabat/PNS/TNI-POLRI, Karyawan Pemerintah Pusat/Pemerintah Aceh pada
tingkat Kabupaten/ Kota;
2. pejabat/PNS/Karyawan lingkup Pemerintah Kabupaten/Kota;
3. pimpinan dan Anggota DPRK; dan
14
4. karyawan BUMN/BUMD dan perusahaan swasta yang berada pada tingkat
Kabupaten/Kota.
c. Zakat sewa rumah/pertokoan yang terletak di Kabupaten/Kota.
d. Harta Agama dan harta waqaf yang berlingkup kabupaten/kota
(2) membentuk Unit Pengumpul Zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) yang ditetapkan dengan keputusan Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(3) Meminta Laporan secara periodik setiap 6 (enam) bulan dari Baitul Mal Kemukiman
dan Gampong atau nama lain.
(4) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Baitul Mal Kemukiman
dan Gampong atau nama lain.
Pasal 13
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Bupati/Walikota.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
Bagian Ketiga
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Kemukiman
Pasal 14
Baitul Mal Kemukiman mengelola dan mengembangkan harta agama dan harta waqaf
lingkup kemukiman.
Pasal 15
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
Bagian Keempat
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Gampong atau nama lain
Pasal 16
(1) Baitul Mal Gampong atau nama lain berwenang mengelola, mengumpulkan dan
menyalurkan:
a. zakat fitrah di lingkup Gampong yang bersangkutan;
15
b. zakat hasil perdagangan/usaha kecil, hasil pertanian, hasil peternakan, hasil
perikanan dan hasil perkebunan dari masyarakat setempat;
c. zakat emas dan perak; dan
d. harta agama dan harta waqaf dalam lingkup Gampong atau nama lain.
(2) Menyelenggarakan tugas-tugas perwalian.
Pasal 17
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
BAB IV
ZAKAT
Bagian Kesatu
Kewajiban Zakat
Pasal 18
(1) Zakat yang wajib dibayar terdiri atas zakat fitrah, zakat maal, dan zakat penghasilan.
(2) Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah :
a. emas, perak, logam mulia lainnya dan uang;
b. perdagangan dan perusahaan;
c. perindustrian;
d. pertanian, perkebunan dan perikanan;
e. perternakan;
f. pertambangan;
g. pendapatan dan jasa; dan
e. rikaz.
(3) Jenis harta lain yang wajib dikeluarkan zakatnya diluar yang dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan berdasarkan fatwa MPU Aceh.
16
Pasal 19
(1) Perhitungan kadar, nishab dan waktu (haul) zakat mal ditetapkan sebagai berikut :
a. emas, perak, logam mulia dan uang yang telah mencapai nishab 94 gram emas
yang disimpan selama setahun, wajib zakatnya 2,5% pertahun;
b. harta perdagangan, perusahaan dan perindustrian yang telah mencapai nishab 94
gram emas pertahun, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5% dari jumlah
keuntungan;
c. hasil pertanian dan perkebunan yang telah mencapai nishab 5 wasaq (seukuran
6 gunca padi = 1.200 Kg padi), wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 5% untuk
setiap panen yang diolah secara intensif dan 10% untuk setiap panen yang diolah
secara tradisional;
d. hewan ternak kambing atau sejenisnya yang telah mencapai nishab 40 ekor,
wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak satu ekor pertahun;
e. hewan ternak sapi, kerbau atau sejenisnya yang telah mencapai nishab 30 ekor
wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak satu ekor pertahun;
f. barang tambang yang hasilnya mencapai nishab senilai 94 gram emas, wajib
dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5% untuk setiap produksi/temuan;
g. pendapatan dan jasa yang telah mencapai nishab senilai 94 gram emas setahun,
wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5%; dan
h. rikaz yang telah mencapai nishab senilai 94 gram emas, wajib dikeluarkanzakatnya
sebesar 20% untuk setiap temuan.
(2) Jumlah nishab dan kadar harta lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(3) ditetapkan oleh MPU Aceh.
(3) Pembayaran zakat pendapatan/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
dapat dicicil setiap bulan pada saat menerima pendapatan/jasa, apabila jumlah
pendapatan/jasa yang diterima setiap bulan telah mencapai 1/12 dari 94 gram emas
atau dibulatkan menjadi 7,84 gram emas.
Pasal 20
(1) Pengumpulan zakat dilakukan oleh Baitul Mal dengan cara menerima atau mengambil
dari muzakki berdasarkan pemberitahuan muzakki.
(2) Baitul Mal dapat bekerjasama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki
yang ada di bank berdasarkan permintaan muzakki.
17
Bagian Kedua
Muzakki
Pasal 21
(1) Setiap orang yang beragama Islam atau badan yang dimiliki oleh orang Islam dan
berdomisili dan/atau melakukan kegiatan usaha di Aceh yang memenuhi syarat
sebagai muzakki menunaikan zakat melalui Baitul Mal setempat.
(2) Setiap orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak memenuhi
syarat sebagai muzakki, dapat membayar infaq kepada Baitul Mal sesuai dengan
ketentuan syari’at.
Pasal 22
(1) Muzakki dapat melakukan perhitungan sendiri terhadap hartanya dan kewajiban
zakatnya berdasarkan ketentuan syari’at.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta Baitul Mal untuk
menghitungnya.
Pasal 23
(1) Zakat selain zakat fitrah, yang dibayarkan kepada Baitul Mal menjadi faktor
pengurang terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang dari wajib pajak.
(2) Pembayaran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempergunakan
Bukti Pembayaran Zakat (BPZ) yang dikeluarkan Baitul Mal Aceh atau Baitul Mal
Kabupaten/Kota.
(3) Bukti Pembayaran Zakat (BPZ) yang dapat diakui sebagai bukti pengurang jumlah
pajak penghasilan terhutang dari wajib pajak, sekurang-kurangnya harus memuat :
a. nama lengkap wajib zakat/wajib pajak;
b. alamat jelas wajib zakat/wajib pajak;
c. nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ);
e. jenis penghasilan yang dibayar zakatnya;
f. sumber/jenis penghasilan dan bulan/tahun perolehannya;
g. besarnya penghasilan; dan
h. besarnya zakat atas penghasilan.
(4) Pemberian dan pengaturan Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) ditetapkan oleh Kepala
Baitul Mal Aceh atau Baitul Mal Kabupaten/Kota.
18
BAB V
PENGELOLAAN ZAKAT
Bagian Kesatu
Pengelolaan Zakat Provinsi
Pasal 24
(1) Pembayaran zakat pendapatan/jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)
huruf g dilakukan melalui tempat muzakki bekerja.
(2) Semua penerimaan zakat yang dikelola Baitul Mal Aceh merupakan sumber PAD Aceh
yang harus disetor ke Kas Umum Daerah Aceh.
(3) PAD Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan dalam rekening tersendiri
Bendaharawaan Umum Daerah (BUD) Aceh yang ditunjuk Gubernur.
(4) Pengumpul dana hasil zakat disampaikan pada rekening tersendiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dicairkan untuk kepentingan program dan
kegiatan yang diajukan oleh Kepala Baitul Mal Aceh sesuai dengan asnaf masingmasing.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran zakat oleh Muzakki dan
pencairan dana zakat oleh Baitul Mal Aceh dari Bendaharawaan Umum Daerah (BUD)
diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Pengelolaan Zakat Kabupaten/Kota
Pasal 25
(1) Pembayaran zakat pendapatan/jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)
huruf g dilakukan melalui tempat muzakki bekerja.
(2) Semua penerimaan zakat yang dikelola Baitul Mal Kabupaten/Kota merupakan
sumber PAD Kabupaten/Kota yang harus disetor ke Kas Umum Daerah
Kabupaten/Kota.
(3) PAD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan dalam rekening
tersendiri Bendaharawaan Umum Daerah (BUD) Kabupaten/Kota yang ditunjuk
Bupati/Walikota.
(4) Pengumpul dana hasil zakat disampaikan pada rekening tersendiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dicairkan untuk kepentingan program dan
kegiatan yang diajukan oleh Kepala Baitul Mal Kabupaten/Kota sesuai dengan asnaf
masing-masing.
19
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran zakat oleh Muzakki dan
pencairan dana zakat oleh Baitul Mal Kabupaten/Kota dari Bendaharawaan Umum
Daerah (BUD) diatur dengan peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Zakat Gampong atau nama lain
Pasal 26
(1) Penerimaan zakat fitrah diurus oleh Baitul Mal Gampong atau nama lain untuk
disalurkan kepada mustahik di lingkungan gampong atau nama lain tersebut sesuai
dengan ketentuan syariah.
(2) Zakat fitrah di gampong atau nama lain yang tidak habis dibagi karena terbatas
jumlah mustahik dapat dibagi kepada mustahik gampong atau nama lain terdekat.
Pasal 27
(1) Zakat mal yang diurus oleh Baitul Mal Gampong atau nama lain disalurkan kepada
mustahik sesuai dengan ketentuan syari’at.
(2) Pembina Kecamatan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan
operasional Baitul Mal Kemukiman dan gampong atau nama lainnya.
Pasal 28
Tata cara pengelolaan zakat oleh Baitul Mal Gampong atau nama lain diatur dengan
Peraturan Bupati/Walikota.
BAB VI
PENDAYAGUNAAN ZAKAT
Pasal 29
(1) Zakat didayagunakan untuk mustahik baik yang bersifat produktif maupun konsumtif
berdasarkan ketentuan syari’at.
(2) Mustahik zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. adanya suatu jenis usaha produktif yang layak;
b. bersedia menerima petugas pendamping yang berfungsi sebagai pembimbing/
penyuluh; dan
20
c. bersedia menyampaikan laporan usaha secara periodik setiap 6 (enam) bulan.
(3) Tata cara pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Kepala Baitul Mal Aceh.
BAB VII
HARTA WAKAF DAN HARTA AGAMA
Bagian Kesatu
Harta Wakaf
Pasal 30
Jenis harta wakaf yang dikelola oleh Baitul Mal meliputi benda tidak bergerak dan benda
bergerak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
(1) Baitul Mal pada setiap tingkatan dapat menjadi nazhir untuk menerima harta wakaf
dari wakif guna dikelola dan dikembangkan sesuai dengan ketentuan syari’at.
(2) Penyerahan harta wakaf oleh wakif kepada Baitul Mal sesuai dengan ketentuan
syari’at dan peraturan perundang-undangan.
(3) Harta wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di kelola oleh Baitul Mal untuk
meningkatkan fungsi, potensi dan manfaat ekonomi harta wakaf tersebut guna
kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umat.
Pasal 32
Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) mempunyai tugas :
a. melakukan pengadministrasian harta wakaf;
b. mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf;
c. mengawasi dan melindungi harta wakaf;
d. melaporkan pelaksanaan tugasnya secara berjenjang; dan
e. melaporkan pelaksanaannya kepada Gubernur, atau Bupati/Walikota dengan tembusan
kepada Kepala Badan Wakaf Indonesia.
21
Pasal 33
(1) Untuk membiayai pelaksanaan tugas pengelolaan harta wakaf sebagaimana dimaksud
dalam pasal 31 ayat (3), nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas
pengelolaan dan pengembangan harta wakaf yang besarnya tidak melebihi 10%
(sepuluh persen).
(2) Nazhir Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah mendapat gaji/upah karena
jabatannya sebagai pengelola Baitul Mal dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kedua
Harta Agama
Pasal 34
Baitul Mal dapat menerima harta agama untuk dikelola sesuai dengan ketentuan Syari’at.
Pasal 35
(1) Penggunaan harta agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 diutamakan untuk
kepentingan ibadah dan kesejahteraan umat.
(2) Penggunaan harta agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
transparans dan akuntabel.
Bagian Ketiga
Harta Yang Tidak Diketahui Pemiliknya
Pasal 36
(1) Harta yang tidak diketahui pemiliknya, berada di bawah pengawasan dan pengelolaan
Baitul Mal Kabupaten/Kota berdasarkan penetapan Mahkamah Syar’iyah.
(2) Baitul Mal Kabupaten/Kota mengajukan permohonan kepada Mahkamah Syar’iyah
untuk ditetapkan sebagai pengelola harta yang tidak diketahui pemiliknya.
(3) Baitul Mal sebagai pengelola harta yang tidak diketahui pemiliknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak boleh mengalihkan harta tersebut kepada pihak lain.
Pasal 37
(1) Dalam hal pemilik dan/atau ahli waris dari harta yang tidak diketahui pemiliknya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 diketahui kembali, yang bersangkutan dapat
mengajukan permohonan kepada Mahkamah Syar’iyah untuk dikembalikan haknya.
22
(2) Dalam hal Mahkamah Syari’ah mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Baitul Mal wajib segera mengembalikan harta tersebut kepada pemilik
atau ahli warisnya.
Pasal 38
(1) Baitul Mal sebagai pengelola harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1)
berhak atas biaya pengelolaan paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari hasil
pengelolaan yang ditetapkan oleh Kepala Baitul Mal.
(2) Harta yang tidak diketahui pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
penggunaannya diutamakan untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan umat.
BAB VIII
PERWALIAN
Pasal 39
(1) Dalam hal orang tua anak atau wali nasab telah meninggal atau tidak cakap
melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau
keberadaannya maka Baitul Mal dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang
bersangkutan.
(2) Wali sebagaimana dimaksud ayat (1) mengasuh dan mengelola harta kekayaan anak
sesuai peraturan perundang-undangan.
(3) Wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Mahkamah
Syar’iyah.
Pasal 40
(1) Orang yang tidak cakap bertindak menurut hukum yang orang tuanya atau wali nasab
telah meninggal atau tidak cakap bertindak menurut hukum, maka yang bersangkutan
dan harta kekayaannya dapat diurus oleh Baitul Mal sebagai wali pengampu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal tidak ada orang yang menjadi wali pengampu maka Baitul Mal sebagai wali
pengawas mengajukan permohonan penetapan sebagai wali pengampu kepada
Mahkamah Syar’iyah.
Pasal 41
(1) Dalam hal telah dilakukan penetapan wali sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat
(1) dan Pasal 40 ayat (2) Baitul Mal menjadi Wali Pengawas.
23
(2) Dalam hal wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjalankan tugas
sebagaimana mestinya, Baitul Mal sebagai Wali Pengawas dapat mengajukan
permohonan sebagai wali pengganti.
(3) Permohonan penggantian wali sebagimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh
Baitul Mal kepada Mahkamah Syar’iyah setempat.
Pasal 42
(1) Dalam menjalankan tugasnya sebagai wali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (1) dan Pasal 41 ayat (2), Baitul Mal wajib:
a. mengurus anak atau orang yang di bawah pengasuhan/pengampuannya dan
harta bendanya dengan sebaik-baiknya;
b. membuat daftar harta kekayaan anak atau orang sebagaimana dimaksud pada
huruf a yang harta kekayaannya berada dibawah kekuasaannya pada waktu
memulai jabatannya serta mencatat semua perubahan-perubahan; dan
c. bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaiannya.
(2) Untuk membiayai pengelolaan harta kekayaan dan pengasuhan anak atau orang tidak
cakap yang menjadi tanggungjawabnya, Baitul Mal dapat mengambil biaya dari hasil
harta tersebut dalam jumlah wajar yang ditetapkan oleh kepala Baitul Mal setempat.
BAB IX
PEMBIAYAAN
Pasal 43
(1) Biaya operasional Baitul Mal Aceh dibebankan pada APBA dan sumber lain yang tidak
mengikat.
(2) Biaya operasional Baitul Mal Kabupaten/Kota dibebankan pada APBK dan sumber lain
yang tidak mengikat.
(3) Biaya operasional Baitul Mal Kemukiman dan Baitul Mal Gampong atau nama lain
dibebankan pada senif amil zakat, dan/atau hasil pengelolaan harta agama yang
berada dibawah pengelolannya.
Pasal 44
Semua pembiayaan Baitul Mal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 harus dikelola dan
dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
24
BAB X
PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN
Pasal 45
(1) Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran pengelolaan zakat dan harta
agama dilakukan oleh penyidik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. penyidik POLRI yang diberi wewenang penyidikan di bidang Syari’at Islam;
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Pasal 46
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (2) huruf a berwenang :
a. menerima laporan pelanggaran atau pengaduan;
b. melakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat kejadian;
c. memanggil orang/ badan untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
d. melakukan penangkapan,penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mendatangkan ahli apabila diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara;
g. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup
bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan jarimah dan memberitahukan hal
tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya dan pelapor; dan
h. mengadakan tindakan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pasal 45 ayat (2) huruf b dalam melaksanakan
kewenangannya berada dibawah koordinasi penyidik sebagaimana dimaksud pasal 45
ayat (2) huruf a.
(3) Dalam melakukan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik
wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip Syariat Islam, adat-istiadat dan hukum adat
yang berlaku.
25
Pasal 47
Penyidik yang mengetahui dan/atau menerima laporan tentang pelanggaran terhadap
Qanun ini, wajib segera melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 48
Penuntut umum, menuntut perkara jarimah zakat dan harta agama yang terjadi dalam
daerah hukumnya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
Penuntut umum mempunyai kewenangan :
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik;
b. memberi petunjuk kepada penyidik untuk penyempurnaan apabila ada kekurangan
pada penyidikan;
c. membuat surat dakwaan;
d. melimpahkan perkara ke Mahkamah Syari’ah;
e. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa dan keluarganya tentang ketentuan
hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai dengan surat panggilan, baik
kepada terdakwa maupun saksi untuk datang pada sidang mahkamah yang telah
ditentukan;
f. melakukan penuntutan;
g. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sabagai penuntut
umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. melaksanakan putusan hakim.
BAB XI
KETENTUAN ‘UQUBAT
Pasal 50
Setiap orang Islam atau Badan yang melanggar ketentuan Pasal 21 ayat (1), dihukum
karena melakukan jarimah ta’zir dengan ‘uqubat, berupa :
a. denda paling sedikit satu kali nilai zakat yang wajib dibayarkan, paling banyak dua kali
nilai zakat yang wajib dibayarkan; dan
b. kewajiban membayar seluruh biaya yang diperlukan sehubungan dengan audit
khusus.
26
Pasal 51
Barang siapa yang membuat surat palsu atau memalsukan surat Baitul Mal yang dapat
mengakibatkan gugurnya kewajiban membayar zakat, dihukum karena pemalsuan surat
dengan ‘uqubat ta’zir, berupa denda paling banyak Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah),
paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau hukuman kurungan paling lama tiga
bulan atau paling singkat satu bulan.
Pasal 52
Barang siapa yang melakukan, turut melakukan atau membantu melakukan penggelapan
zakat, atau harta agama lainnya yang seharusnya diserahkan pengelolaannya kepada
Baitul Mal, dihukum karena penggelapan, dengan ‘uqubat ta’zir berupa cambuk di depan
umum paling sedikit satu kali, paling banyak tiga kali, dan denda paling sedikit satu kali,
paling banyak dua kali, dari nilai zakat, wakaf, atau harta agama lainnya yang digelapkan.
Pasal 53
Petugas Baitul Mal yang melanggar ketentuan Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal
30 ayat (1) dan Pasal 33 dihukum karena melakukan jarimah penyelewengan pengelolaan
zakat dan harta agama dengan ‘uqubat ta’zir hukuman denda paling sedikit Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah), paling banyak Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) atau
hukuman kurungan paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan
membayar kembali kepada Baitul Mal senilai zakat atau harta agama yang diselewengkan.
Pasal 54
Dalam hal jarimah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52 dan Pasal
53 dilakukan oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) ‘uqubatnya
dijatuhkan kepada pimpinan atau pengurus badan tersebut sesuai dengan tanggung
jawabnya.
BAB XII
PELAKSANAAN ‘UQUBAT
Pasal 55
(1) ‘Uqubat ta’zir yang telah ditetapkan dalam putusan Mahkamah Syar’iyah dilaksanakan
oleh jaksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan ‘uqubat dilakukan segera setelah putusan hakim mempunyai kekuatan
hukum tetap.
27
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 56
(1) Lembaga Amil Zakat atau Badan Pengumpul Zakat lainnya yang telah ada pada saat
qanun ini disahkan dapat melakukan kegiatannya setelah mendaftar pada Baitul Mal
Aceh atau Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Dalam melaksanakan kegiatannya Lembaga Amil Zakat atau Badan Pengumpul Zakat
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan koordinasi dan
melaporkan setiap kegiatannya kepada Baitul Mal Aceh atau Baitul Mal
Kabupaten/Kota.
(3) Lembaga Amil Zakat atau Badan Pengumpul Zakat lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dihentikan kegiatannya paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 57
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 diatur lebih lanjut dengan keputusan
Badan Baitul Mal Aceh.
Pasal 58
(1) Nazhir waqaf yang telah ada pada saat qanun ini disahkan dapat melanjutkan
pengelolaan harta agama setelah mendaftar pada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Dalam melaksanakan kegiatannya Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
melakukan koordinasi dan melaporkan setiap kegiatannya kepada Baitul Mal
Kabupaten/Kota.
Pasal 59
Semua lembaga yang mengurus zakat, wakaf, dan harta agama yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 57 dan Pasal 58 dilarang melakukan
kegiatan dan semua aset dialihkan menjadi aset Baitul Mal.
Pasal 60
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai zakat, waqaf dan harta
agama sejauh tidak diatur dan tidak bertentangan dengan Qanun ini dinyatakan tetap
berlaku.
28
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan pengelolaan zakat, harta wakaf, dan harta
agama lainnya diatur dengan:
a. Peraturan Gubernur untuk lingkup Provinsi Aceh;
b. Peraturan Bupati/Walikota untuk lingkup Kabupaten/Kota, Kemukiman dan Gampong
atau nama lain.
Pasal 62
Pada saat Qanun ini mulai berlaku, Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 7
Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Tahun 2004 Nomor Seri B Nomor 4) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 63
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar semua orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Aceh.
Disahkan di Banda Aceh
pada tanggal 17 Januari 2008 M
8 Muharam 1429 H
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
IRWANDI YUSUF
Diundangkan di Banda Aceh
pada tanggal 18 Januari 2008 M
9 Muharam 1429 H
SEKRETARIS DAERAH ACEH,
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
HUSNI BAHRI TOB
LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2007 NOMOR 10
29
PENJELASAN ATAS
QANUN ACEH
NOMOR 10 TAHUN 2007
TENTANG
BAITUL MAL
A. UMUM
Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh berdasarkan Undang-undang Nomor 44
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh telah
mendorong Pemerintah Aceh untuk membentuk lembaga-lembaga yang didasarkan pada
ketentuan hukum Islam yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Aceh. Salah satu
lembaga tersebut adalah Baitul Mal. Lembaga ini sangat strategis dan penting
keberadaannya dalam rangka mengoptimalkan pendayagunaan zakat, waqaf dan harta
agama sebagai potensi ekonomi umat Islam yang perlu dikelola secara efektif oleh sebuah
lembaga profesional yang bertanggung jawab.
Berdasarkan ketentuan Pasal 191 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh, Badan Baitul Mal, mempunyai kewenangan untuk mengelola zakat,
waqaf dan harta agama.
Disamping itu adanya Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang (Perpu)
Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Masalah Hukum dalam rangka pelaksanaan
Rehabilitasi dan Rekontruksi wilayah dan kehidupan masyarakat Aceh di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara yang mengatur tentang
Baitul Mal dan Perwalian serta tanah yang tidak diketahui pemiliknya.
Berdasarkan hal tersebut perlu dibentuk Qanun Baitul Mal agar tugas dan
wewenang Baitul Mal dapat dilaksanakan secara efektif.
B. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
30
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Bagi Gampong yang tidak memiliki meunasah maka ketua dijabat oleh
imuem mesjid setempat
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
ayat (1)
Yang dimaksud dengan perusahaan klasifikasi menengah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
31
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
huruf a
Pengadministrasian meliputi antara lain: pendataan dan pensertifikatan
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
32
Pasal 34
Harta agama selain zakat, antara lain infak, shadakah, hibah, wasiat, waris dan
kafarat, termasuk harta tanpa pemiliknya.
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup Jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Penyidik yang dimaksud harus beragama Islam dan memahami hukum Islam
Pasal 46
Cukup Jelas
Pasal 47
Cukup Jelas
Pasal 48
Cukup Jelas
Pasal 49
Cukup Jelas
Pasal 50
Cukup Jelas
Pasal 51
Cukup Jelas
33
Pasal 52
Cukup Jelas
Pasal 53
Cukup Jelas
Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas
Pasal 57
Cukup Jelas
Pasal 58
Cukup Jelas
Pasal 59
Cukup Jelas
Pasal 60
Cukup Jelas
Pasal 61
Cukup Jelas
Pasal 62
Cukup Jelas
Pasal 63
Cukup Jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10
QANUN ACEH
NOMOR 10 TAHUN 2007
TENTANG
BAITUL MAL
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Syariat Islam dan mengoptimalkan
pendayagunaan zakat, wakaf, dan harta agama sebagai potensi
ekonomi umat Islam, perlu dikelola secara optimal dan efektif oleh
sebuah lembaga profesional yang bertanggungjawab;
b. bahwa dalam kenyataannya, pengelolaan zakat, wakaf dan harta
agama lainnya telah lama dikenal dalam masyarakat Aceh, namun
pengelolaannya belum dapat secara optimal;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 180 ayat (1) huruf d, Pasal 191
dan Pasal 192 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh, berkenaan dengan zakat, wakaf, dan harta
agama dikelola oleh Baitul Mal yang diatur dengan Qanun Aceh;
d. bahwa untuk maksud tersebut, perlu membentuk Qanun Aceh
tentang Baitul Mal.
Mengingat : 1. Al-Qur’an;
2. Al-Hadist;
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, tentang Pembentukan
Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Propinsi
Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1103);
4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
(Lembaran Negara Republik Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885);
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Atjeh (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3893);
2
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109);
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4280);
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor Tahun 2004 Nomor 4355);
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4548);
11. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459);
12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4611,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4611);
13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633 );
14. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 105);
3
15. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Permasalahan Hukum
dalam rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah dan
Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan
Kepulauan Nias di Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 119);
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 89);
18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140);
19. Peraturan Daerah (Qanun) Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5
Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam (Lembaran Daerah
Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2000 Nomor 30);
20. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002
tentang Peradilan Syariat Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam Tahun 2002 Nomor 2 Seri E Nomor 2, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4);
21. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002
tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar
Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun
2002 Nomor 54 Seri E Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5);
22. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 2 Tahun 2003
tentang Susunan, Kedudukan dan Kewenangan Kabupaten/Kota
dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Daerah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 15 Seri D
Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Nomor 18);
4
23. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 3 Tahun 2003
tentang Susunan, Kedudukan dan Kewenangan Pemerintah
Kecamatan dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran
Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 16
Seri D Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Nomor 19);
24. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2003
tentang Pemerintahan Gampong (Lembaran Daerah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 17 Seri D Nomor 7,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Nomor 21);
25. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan
Qanun (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007
Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam
Tahun 2007 Nomor 03);
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah
dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
27. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 373 Tahun
2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH
dan
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : QANUN ACEH TENTANG BAITUL MAL.
5
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan :
1. Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
2. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah provinsi sebagai suatu kesatuan
masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota.
3. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas
gabungan beberapa gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin
oleh Imeum Mukim atau nama lain dan berkedudukan langsung di bawah Camat.
4. Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah
Mukim dan dipimpin oleh Keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan
urusan rumah tangga sendiri.
5. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sesuai
dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
6. Pemerintahan Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten/Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat
Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
7. Gubernur adalah Kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses
demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil.
6
8. Bupati/Walikota adalah kepala pemerintahan daerah kabupaten/kota yang dipilih
melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil.
9. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan
Rakyat Aceh (DPRA) adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Aceh yang
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
10. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Dewan
Perwakilan Rakyat kabupaten/kota (DPRK) adalah unsur penyelenggara
pemerintahan kabupaten/kota yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
11. Baitul Mal adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang diberi kewenangan untuk
mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf, harta agama dengan tujuan untuk
kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak yatim piatu
dan/atau hartanya serta pengelolaan terhadap harta warisan yang tidak ada wali
berdasarkan Syariat Islam.
12. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah institusi pengelola zakat
yang sudah ada atas prakarsa masyarakat dan didaftarkan pada Baitul Mal.
13. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZ adalah satuan organisasi yang
dibentuk oleh Baitul Mal Aceh dan Kabupaten/Kota dengan tugas mengumpulkan
zakat para muzakki pada instansi pemerintah dan lingkungan swasta.
14. Zakat adalah bagian dari harta yang wajib disisihkan oleh sorang muslim atau badan
(koorporasi) sesuai dengan ketentuan Syariat Islam untuk disalurkan kepada yang
berhak menerimanya dibawah pengelolaan Baitul Mal.
15. Zakat Fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok atau uang senilai harganya yang
dikeluarkan oleh setiap orang Islam untuk diri dan tanggungannya pada akhir
Ramadhan sesuai dengan ketentuan syari’at.
16. Zakat Maal adalah zakat yang dikenakan atas harta yang disisihkan oleh seorang
muslim atau badan yang dimilki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’at.
17. Muzakki adalah orang atau badan yang berkewajiban menunaikan zakat.
18. Mustahik adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
19. Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariat yang
diwakafkan oleh wakif untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umat.
20. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
7
21. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
22. Harta Agama adalah sejumlah kekayaan umat Islam yang bersumber dari zakat,
infaq, shadaqah, wakaf, hibah, meusara, harta wasiat, harta warisan, dan lain-lain
yang diserahkan kepada Baitul Mal untuk di kelola dikembangkan sesuai dengan
ketentuan Syariat.
23. Pengelolaan Harta Agama adalah serangkaian kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pemeliharaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap penetapan,
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan oleh Baitul Mal.
24. Mahkamah Syar’iyah Aceh dan Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota adalah
pengadilan selaku pelaksana kekuasaan kehakiman dalam lingkungan peradilan
agama yang merupakan bagian dari sistem peradilan nasional.
25. Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang atau badan sebagai
wakil dari anak atau sebagai pengampu dari orang yang tidak cakap untuk
melakukan suatu perbuatan hukum demi kepentingan dan atas nama anak atau
orang yang tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya tidak cakap melakukan
perbuatan hukum.
26. Wali adalah orang atau badan yang menjalankan kekuasaannya terhadap anak atau
orang yang tidak mempunyai orang tuanya lagi atau orang tua dan ianya tidak cakap
melakukan perbuatan hukum, baik untuk kepentingan pribadi, maupun harta
kekayaannya.
27. Harta yang tidak diketahui pemiliknya adalah harta yang meliputi harta tidak
bergerak, maupun harta bergerak, termasuk surat berharga, simpanan di bank, klaim
asuransi yang tidak diketahui lagi pemilik atau tidak ada lagi ahli warisnya.
28. Majelis Permusyawaratan Ulama selanjutnya disebut MPU adalah majelis yang
anggotanya terdiri atas ulama dan cendikiawan muslim yang merupakan mitra kerja
Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRA/DPRK baik pada tingkat
Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Kecamatan.
29. Pembina Kecamatan adalah pihak yang berwewenang melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap Baitul Mal Kemukiman dan Baitul Mal Gampong atau nama
lain dalam Kecamatan tersebut.
30. Badan Usaha adalah suatu badan yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama
dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, koperasi, yayasan atau
organisasi yang sejenis, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya.
8
31. Kepala Urusan Agama Kecamatan, selanjutnya disingkat KAKUAKEC adalah Kepala
Urusan Agama di kecamatan yang merupakan aparat paling bawah dari Departemen
Agama Republik Indonesia.
32. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh, yang selanjutnya disebut Anggaran
Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah Provinsi Aceh yang ditetapkan dengan Qanun Aceh.
33. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, yang selanjutnya disebut
Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota (APBK) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota yang ditetapkan dengan Qanun
Kabupaten/Kota.
34. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala
satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan APBA/APBK dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.
35. Bendahara Umum Daerah, selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak
dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah.
36. ‘Uqubat adalah ketentuan atau ancaman hukuman terhadap pelanggar jarimah ta’zir
yang berkenaan dengan zakat.
BAB II
PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI BAITUL MAL
Bagian Kesatu
Pembentukan Baitul Mal
Pasal 2
Dengan Qanun ini dibentuk Baitul Mal Aceh, Baitul Mal Kabupaten/Kota, Baitul Mal
Kemukiman dan Baitul Mal Gampong.
Pasal 3
(1) Baitul Mal Aceh adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang dalam melaksanakan
tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan bertanggung
jawab kepada Gubernur.
(2) Baitul Mal Kabupaten/Kota adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang dalam
melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan
bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.
9
(3) Baitul Mal Mukim adalah Lembaga Kemukiman Non Struktural yang dalam
melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan
bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(4) Baitul Mal Gampong adalah Lembaga Gampong Non Struktural yang dalam
melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan
bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi Baitul Mal Aceh
Pasal 4
(1) Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh terdiri atas Kepala, Sekretaris, Bendahara, Bidang
Pengawasan, Bidang Pengumpulan, Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan,
Bidang Sosialisasi dan Pengembangan dan Bidang Perwalian yang terdiri dari Sub
Bidang dan Sub Bagian.
(2) Jabatan Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, Bendahara, Kepala Subbag dan Kepala Sub
Bidang Baitul Mal Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Gubernur.
(3) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat/pimpinan badan Baitul Mal Aceh harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. bertaqwa kepada Allah SWT dan taat beribadah;
b. amanah, jujur dan bertanggungjawab;
c. memiliki kredibilitas dalam masyarakat;
d. mempunyai pengetahuan tentang zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya
serta manajemen;
e. memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan pengelolaan zakat, waqaf,
harta agama dan harta lainnya, dan
f. syarat-syarat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Sebelum diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Gubernur membentuk tim
independen yang bersifat ad hoc untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan
terhadap calon-calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh.
(5) Tata cara uji kelayakan dan kepatutan pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal
Aceh ditetapkan dengan keputusan Gubernur.
10
(6) Calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh, sebelum ditunjuk dan diangkat oleh
Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu harus mendapat
persetujuan Pimpinan DPRA, melalui telaahan Komisi terkait.
(7) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi Baitul Mal Kabupaten/Kota
Pasal 5
(1) Badan Pelaksana Baitul Mal Kabupaten/Kota terdiri atas Kepala, Sekretaris,
Bendahara, Bagian Pengumpulan, Bagian Pendistribusian dan Pendayagunaan, Bagian
Sosialisasi dan Pembinaan dan Bagian perwalian yang terdiri dari Sub Bagian dan
Seksi.
(2) Jabatan Kepala, Sekretaris, Bendahara dan Kepala Subbag dan Kepala Sub Bidang
Baitul Mal Kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Bupati/Walikota.
(3) Pembinaan Baitul Mal Mukim dan Gampong atau nama lain dilaksanakan oleh Camat,
Kepala KUA Kecamatan dan Ketua MPU Kecamatan di bawah koordinasi Baitul Mal
kabupaten/Kota.
(4) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat/pimpinan badan Baitul Mal Kabupaten/Kota
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. bertaqwa kepada Allah SWT dan taat beribadah;
b. amanah, jujur dan bertanggung jawab;
c. memiliki kredibilitas dalam masyarakat;
d. mempunyai pengetahuan tentang zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya
serta manajemen;
e. memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan pengelolaan zakat, waqaf,
harta agama dan harta lainnya, dan
f. syarat-syarat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Sebelum diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bupati/Walikota membentuk
tim independen yang bersifat ad hoc untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan
terhadap calon-calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Kabupaten/Kota.
11
(6) Tata cara uji kelayakan dan kepatutan pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal
Kabupaten/Kota ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota.
(7) Calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Kabupaten/Kota, sebelum ditunjuk dan
diangkat oleh Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu
harus mendapat persetujuan Pimpinan DPRK, melalui telaahan Komisi terkait.
(8) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Keempat
Susunan Organisasi Baitul Mal Kemukiman
Pasal 6
(1) Pada tingkat kemukiman dapat dibentuk Badan Pelaksana Baitul Mal kemukiman.
(2) Badan Pelaksana Baitul Mal Kemukiman sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah
Lembaga Non Struktural terdiri atas Ketua yang karena jabatannya dilaksanakan
oleh Imuem Mesjid Kemukiman atau nama lain, Sekretaris, Bendahara, Seksi
Perwalian, Seksi Perencanaan dan Pendataan dan Seksi Pengawasan yang ditetapkan
oleh Imuem Mukim atau nama lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Kelima
Susunan Organisasi Baitul Mal Gampong
Pasal 7
(1) Badan Pelaksana Baitul Mal Gampong atau nama lain adalah Lembaga Non
Struktural, yang terdiri atas Ketua yang karena jabatannya dilaksanakan oleh Imuem
Meunasah atau Imuem Mesjid atau nama lain, Sekretaris, Bendahara, Urusan
Perwalian, Urusan Pengumpulan dan Urusan Penyaluran yang ditetapkan oleh
Keuchik atau nama lain.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam peraturan Bupati/Walikota.
12
BAB III
KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN BAITUL MAL
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Kewenangan
Pasal 8
(1) Baitul Mal mempunyai fungsi dan kewenangan sebagai berikut:
a. mengurus dan mengelola zakat, wakaf, dan harta agama;
b. melakukan pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat;
c. melakukan sosialisasi zakat, wakaf dan harta agama lainnya;
d. menjadi wali terhadap anak yang tidak mempunyai lagi wali nasab, wali
pengawas terhadap wali nashab, dan wali pengampu terhadap orang dewasa
yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum;
e. menjadi pengelola terhadap harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya
berdasarkan putusan Mahkamah Syari’ah; dan
f. membuat perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan
pemberdayaan ekonomi umat berdasarkan prinsip saling menguntungkan.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan
ketentuan syari’at dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
Dalam menjalankan kewenangannya yang berkaitan dengan syar’iat, Baitul Mal
berpedoman pada fatwa MPU Aceh.
Bagian Kedua
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Aceh
Pasal 10
(1) Baitul Mal Aceh sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 berwenang mengumpulkan,
mengelola dan menyalurkan :
a. Zakat Mal pada tingkat Provinsi meliputi : BUMN, BUMD Aceh dan Perusahaan
swasta besar;
b. Zakat Pendapatan dan Jasa/Honorium dari :
13
1. pejabat/PNS/TNI-POLRI, Karyawan Pemerintah Pusat yang berada di Ibukota
Provinsi;
2. pejabat/PNS/Karyawan lingkup Pemerintah Aceh;
3. pimpinan dan anggota DPRA;
4. karyawan BUMN/BUMD dan perusahan swasta besar pada tingkat Provinsi;
dan
5. ketua, anggota dan karyawan lembaga dan badan daerah tingkat provinsi.
c. Harta Agama dan harta waqaf yang berlingkup provinsi.
(2) Membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) yang ditetapkan dengan keputusan Baitul Mal Aceh.
(3) Meminta Laporan secara periodik setiap 6 (enam) bulan dari Baitul Mal
Kabupaten/Kota.
(4) melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Baitul Mal Kabupaten/
Kota.
Pasal 11
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Gubernur.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
Bagian Kedua
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Kabupaten/Kota
Pasal 12
(1) Baitul Mal Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berwenang
mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan :
a. zakat mal pada tingkat Kabupaten/Kota meliputi :
BUMD dan Badan Usaha yang berklasifikasi menengah.
b. zakat pendapatan dan jasa/ honorarium dari :
1. pejabat/PNS/TNI-POLRI, Karyawan Pemerintah Pusat/Pemerintah Aceh pada
tingkat Kabupaten/ Kota;
2. pejabat/PNS/Karyawan lingkup Pemerintah Kabupaten/Kota;
3. pimpinan dan Anggota DPRK; dan
14
4. karyawan BUMN/BUMD dan perusahaan swasta yang berada pada tingkat
Kabupaten/Kota.
c. Zakat sewa rumah/pertokoan yang terletak di Kabupaten/Kota.
d. Harta Agama dan harta waqaf yang berlingkup kabupaten/kota
(2) membentuk Unit Pengumpul Zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) yang ditetapkan dengan keputusan Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(3) Meminta Laporan secara periodik setiap 6 (enam) bulan dari Baitul Mal Kemukiman
dan Gampong atau nama lain.
(4) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Baitul Mal Kemukiman
dan Gampong atau nama lain.
Pasal 13
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Bupati/Walikota.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
Bagian Ketiga
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Kemukiman
Pasal 14
Baitul Mal Kemukiman mengelola dan mengembangkan harta agama dan harta waqaf
lingkup kemukiman.
Pasal 15
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
Bagian Keempat
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Gampong atau nama lain
Pasal 16
(1) Baitul Mal Gampong atau nama lain berwenang mengelola, mengumpulkan dan
menyalurkan:
a. zakat fitrah di lingkup Gampong yang bersangkutan;
15
b. zakat hasil perdagangan/usaha kecil, hasil pertanian, hasil peternakan, hasil
perikanan dan hasil perkebunan dari masyarakat setempat;
c. zakat emas dan perak; dan
d. harta agama dan harta waqaf dalam lingkup Gampong atau nama lain.
(2) Menyelenggarakan tugas-tugas perwalian.
Pasal 17
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
BAB IV
ZAKAT
Bagian Kesatu
Kewajiban Zakat
Pasal 18
(1) Zakat yang wajib dibayar terdiri atas zakat fitrah, zakat maal, dan zakat penghasilan.
(2) Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah :
a. emas, perak, logam mulia lainnya dan uang;
b. perdagangan dan perusahaan;
c. perindustrian;
d. pertanian, perkebunan dan perikanan;
e. perternakan;
f. pertambangan;
g. pendapatan dan jasa; dan
e. rikaz.
(3) Jenis harta lain yang wajib dikeluarkan zakatnya diluar yang dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan berdasarkan fatwa MPU Aceh.
16
Pasal 19
(1) Perhitungan kadar, nishab dan waktu (haul) zakat mal ditetapkan sebagai berikut :
a. emas, perak, logam mulia dan uang yang telah mencapai nishab 94 gram emas
yang disimpan selama setahun, wajib zakatnya 2,5% pertahun;
b. harta perdagangan, perusahaan dan perindustrian yang telah mencapai nishab 94
gram emas pertahun, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5% dari jumlah
keuntungan;
c. hasil pertanian dan perkebunan yang telah mencapai nishab 5 wasaq (seukuran
6 gunca padi = 1.200 Kg padi), wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 5% untuk
setiap panen yang diolah secara intensif dan 10% untuk setiap panen yang diolah
secara tradisional;
d. hewan ternak kambing atau sejenisnya yang telah mencapai nishab 40 ekor,
wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak satu ekor pertahun;
e. hewan ternak sapi, kerbau atau sejenisnya yang telah mencapai nishab 30 ekor
wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak satu ekor pertahun;
f. barang tambang yang hasilnya mencapai nishab senilai 94 gram emas, wajib
dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5% untuk setiap produksi/temuan;
g. pendapatan dan jasa yang telah mencapai nishab senilai 94 gram emas setahun,
wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5%; dan
h. rikaz yang telah mencapai nishab senilai 94 gram emas, wajib dikeluarkanzakatnya
sebesar 20% untuk setiap temuan.
(2) Jumlah nishab dan kadar harta lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(3) ditetapkan oleh MPU Aceh.
(3) Pembayaran zakat pendapatan/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g
dapat dicicil setiap bulan pada saat menerima pendapatan/jasa, apabila jumlah
pendapatan/jasa yang diterima setiap bulan telah mencapai 1/12 dari 94 gram emas
atau dibulatkan menjadi 7,84 gram emas.
Pasal 20
(1) Pengumpulan zakat dilakukan oleh Baitul Mal dengan cara menerima atau mengambil
dari muzakki berdasarkan pemberitahuan muzakki.
(2) Baitul Mal dapat bekerjasama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki
yang ada di bank berdasarkan permintaan muzakki.
17
Bagian Kedua
Muzakki
Pasal 21
(1) Setiap orang yang beragama Islam atau badan yang dimiliki oleh orang Islam dan
berdomisili dan/atau melakukan kegiatan usaha di Aceh yang memenuhi syarat
sebagai muzakki menunaikan zakat melalui Baitul Mal setempat.
(2) Setiap orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak memenuhi
syarat sebagai muzakki, dapat membayar infaq kepada Baitul Mal sesuai dengan
ketentuan syari’at.
Pasal 22
(1) Muzakki dapat melakukan perhitungan sendiri terhadap hartanya dan kewajiban
zakatnya berdasarkan ketentuan syari’at.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta Baitul Mal untuk
menghitungnya.
Pasal 23
(1) Zakat selain zakat fitrah, yang dibayarkan kepada Baitul Mal menjadi faktor
pengurang terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang dari wajib pajak.
(2) Pembayaran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempergunakan
Bukti Pembayaran Zakat (BPZ) yang dikeluarkan Baitul Mal Aceh atau Baitul Mal
Kabupaten/Kota.
(3) Bukti Pembayaran Zakat (BPZ) yang dapat diakui sebagai bukti pengurang jumlah
pajak penghasilan terhutang dari wajib pajak, sekurang-kurangnya harus memuat :
a. nama lengkap wajib zakat/wajib pajak;
b. alamat jelas wajib zakat/wajib pajak;
c. nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ);
e. jenis penghasilan yang dibayar zakatnya;
f. sumber/jenis penghasilan dan bulan/tahun perolehannya;
g. besarnya penghasilan; dan
h. besarnya zakat atas penghasilan.
(4) Pemberian dan pengaturan Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) ditetapkan oleh Kepala
Baitul Mal Aceh atau Baitul Mal Kabupaten/Kota.
18
BAB V
PENGELOLAAN ZAKAT
Bagian Kesatu
Pengelolaan Zakat Provinsi
Pasal 24
(1) Pembayaran zakat pendapatan/jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)
huruf g dilakukan melalui tempat muzakki bekerja.
(2) Semua penerimaan zakat yang dikelola Baitul Mal Aceh merupakan sumber PAD Aceh
yang harus disetor ke Kas Umum Daerah Aceh.
(3) PAD Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan dalam rekening tersendiri
Bendaharawaan Umum Daerah (BUD) Aceh yang ditunjuk Gubernur.
(4) Pengumpul dana hasil zakat disampaikan pada rekening tersendiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dicairkan untuk kepentingan program dan
kegiatan yang diajukan oleh Kepala Baitul Mal Aceh sesuai dengan asnaf masingmasing.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran zakat oleh Muzakki dan
pencairan dana zakat oleh Baitul Mal Aceh dari Bendaharawaan Umum Daerah (BUD)
diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Kedua
Pengelolaan Zakat Kabupaten/Kota
Pasal 25
(1) Pembayaran zakat pendapatan/jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)
huruf g dilakukan melalui tempat muzakki bekerja.
(2) Semua penerimaan zakat yang dikelola Baitul Mal Kabupaten/Kota merupakan
sumber PAD Kabupaten/Kota yang harus disetor ke Kas Umum Daerah
Kabupaten/Kota.
(3) PAD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan dalam rekening
tersendiri Bendaharawaan Umum Daerah (BUD) Kabupaten/Kota yang ditunjuk
Bupati/Walikota.
(4) Pengumpul dana hasil zakat disampaikan pada rekening tersendiri sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dicairkan untuk kepentingan program dan
kegiatan yang diajukan oleh Kepala Baitul Mal Kabupaten/Kota sesuai dengan asnaf
masing-masing.
19
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran zakat oleh Muzakki dan
pencairan dana zakat oleh Baitul Mal Kabupaten/Kota dari Bendaharawaan Umum
Daerah (BUD) diatur dengan peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Zakat Gampong atau nama lain
Pasal 26
(1) Penerimaan zakat fitrah diurus oleh Baitul Mal Gampong atau nama lain untuk
disalurkan kepada mustahik di lingkungan gampong atau nama lain tersebut sesuai
dengan ketentuan syariah.
(2) Zakat fitrah di gampong atau nama lain yang tidak habis dibagi karena terbatas
jumlah mustahik dapat dibagi kepada mustahik gampong atau nama lain terdekat.
Pasal 27
(1) Zakat mal yang diurus oleh Baitul Mal Gampong atau nama lain disalurkan kepada
mustahik sesuai dengan ketentuan syari’at.
(2) Pembina Kecamatan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan
operasional Baitul Mal Kemukiman dan gampong atau nama lainnya.
Pasal 28
Tata cara pengelolaan zakat oleh Baitul Mal Gampong atau nama lain diatur dengan
Peraturan Bupati/Walikota.
BAB VI
PENDAYAGUNAAN ZAKAT
Pasal 29
(1) Zakat didayagunakan untuk mustahik baik yang bersifat produktif maupun konsumtif
berdasarkan ketentuan syari’at.
(2) Mustahik zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. adanya suatu jenis usaha produktif yang layak;
b. bersedia menerima petugas pendamping yang berfungsi sebagai pembimbing/
penyuluh; dan
20
c. bersedia menyampaikan laporan usaha secara periodik setiap 6 (enam) bulan.
(3) Tata cara pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Kepala Baitul Mal Aceh.
BAB VII
HARTA WAKAF DAN HARTA AGAMA
Bagian Kesatu
Harta Wakaf
Pasal 30
Jenis harta wakaf yang dikelola oleh Baitul Mal meliputi benda tidak bergerak dan benda
bergerak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
(1) Baitul Mal pada setiap tingkatan dapat menjadi nazhir untuk menerima harta wakaf
dari wakif guna dikelola dan dikembangkan sesuai dengan ketentuan syari’at.
(2) Penyerahan harta wakaf oleh wakif kepada Baitul Mal sesuai dengan ketentuan
syari’at dan peraturan perundang-undangan.
(3) Harta wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di kelola oleh Baitul Mal untuk
meningkatkan fungsi, potensi dan manfaat ekonomi harta wakaf tersebut guna
kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umat.
Pasal 32
Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) mempunyai tugas :
a. melakukan pengadministrasian harta wakaf;
b. mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf;
c. mengawasi dan melindungi harta wakaf;
d. melaporkan pelaksanaan tugasnya secara berjenjang; dan
e. melaporkan pelaksanaannya kepada Gubernur, atau Bupati/Walikota dengan tembusan
kepada Kepala Badan Wakaf Indonesia.
21
Pasal 33
(1) Untuk membiayai pelaksanaan tugas pengelolaan harta wakaf sebagaimana dimaksud
dalam pasal 31 ayat (3), nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas
pengelolaan dan pengembangan harta wakaf yang besarnya tidak melebihi 10%
(sepuluh persen).
(2) Nazhir Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah mendapat gaji/upah karena
jabatannya sebagai pengelola Baitul Mal dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kedua
Harta Agama
Pasal 34
Baitul Mal dapat menerima harta agama untuk dikelola sesuai dengan ketentuan Syari’at.
Pasal 35
(1) Penggunaan harta agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 diutamakan untuk
kepentingan ibadah dan kesejahteraan umat.
(2) Penggunaan harta agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
transparans dan akuntabel.
Bagian Ketiga
Harta Yang Tidak Diketahui Pemiliknya
Pasal 36
(1) Harta yang tidak diketahui pemiliknya, berada di bawah pengawasan dan pengelolaan
Baitul Mal Kabupaten/Kota berdasarkan penetapan Mahkamah Syar’iyah.
(2) Baitul Mal Kabupaten/Kota mengajukan permohonan kepada Mahkamah Syar’iyah
untuk ditetapkan sebagai pengelola harta yang tidak diketahui pemiliknya.
(3) Baitul Mal sebagai pengelola harta yang tidak diketahui pemiliknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak boleh mengalihkan harta tersebut kepada pihak lain.
Pasal 37
(1) Dalam hal pemilik dan/atau ahli waris dari harta yang tidak diketahui pemiliknya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 diketahui kembali, yang bersangkutan dapat
mengajukan permohonan kepada Mahkamah Syar’iyah untuk dikembalikan haknya.
22
(2) Dalam hal Mahkamah Syari’ah mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Baitul Mal wajib segera mengembalikan harta tersebut kepada pemilik
atau ahli warisnya.
Pasal 38
(1) Baitul Mal sebagai pengelola harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1)
berhak atas biaya pengelolaan paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari hasil
pengelolaan yang ditetapkan oleh Kepala Baitul Mal.
(2) Harta yang tidak diketahui pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
penggunaannya diutamakan untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan umat.
BAB VIII
PERWALIAN
Pasal 39
(1) Dalam hal orang tua anak atau wali nasab telah meninggal atau tidak cakap
melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau
keberadaannya maka Baitul Mal dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang
bersangkutan.
(2) Wali sebagaimana dimaksud ayat (1) mengasuh dan mengelola harta kekayaan anak
sesuai peraturan perundang-undangan.
(3) Wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Mahkamah
Syar’iyah.
Pasal 40
(1) Orang yang tidak cakap bertindak menurut hukum yang orang tuanya atau wali nasab
telah meninggal atau tidak cakap bertindak menurut hukum, maka yang bersangkutan
dan harta kekayaannya dapat diurus oleh Baitul Mal sebagai wali pengampu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal tidak ada orang yang menjadi wali pengampu maka Baitul Mal sebagai wali
pengawas mengajukan permohonan penetapan sebagai wali pengampu kepada
Mahkamah Syar’iyah.
Pasal 41
(1) Dalam hal telah dilakukan penetapan wali sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat
(1) dan Pasal 40 ayat (2) Baitul Mal menjadi Wali Pengawas.
23
(2) Dalam hal wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjalankan tugas
sebagaimana mestinya, Baitul Mal sebagai Wali Pengawas dapat mengajukan
permohonan sebagai wali pengganti.
(3) Permohonan penggantian wali sebagimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh
Baitul Mal kepada Mahkamah Syar’iyah setempat.
Pasal 42
(1) Dalam menjalankan tugasnya sebagai wali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
ayat (1) dan Pasal 41 ayat (2), Baitul Mal wajib:
a. mengurus anak atau orang yang di bawah pengasuhan/pengampuannya dan
harta bendanya dengan sebaik-baiknya;
b. membuat daftar harta kekayaan anak atau orang sebagaimana dimaksud pada
huruf a yang harta kekayaannya berada dibawah kekuasaannya pada waktu
memulai jabatannya serta mencatat semua perubahan-perubahan; dan
c. bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaiannya.
(2) Untuk membiayai pengelolaan harta kekayaan dan pengasuhan anak atau orang tidak
cakap yang menjadi tanggungjawabnya, Baitul Mal dapat mengambil biaya dari hasil
harta tersebut dalam jumlah wajar yang ditetapkan oleh kepala Baitul Mal setempat.
BAB IX
PEMBIAYAAN
Pasal 43
(1) Biaya operasional Baitul Mal Aceh dibebankan pada APBA dan sumber lain yang tidak
mengikat.
(2) Biaya operasional Baitul Mal Kabupaten/Kota dibebankan pada APBK dan sumber lain
yang tidak mengikat.
(3) Biaya operasional Baitul Mal Kemukiman dan Baitul Mal Gampong atau nama lain
dibebankan pada senif amil zakat, dan/atau hasil pengelolaan harta agama yang
berada dibawah pengelolannya.
Pasal 44
Semua pembiayaan Baitul Mal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 harus dikelola dan
dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
24
BAB X
PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN
Pasal 45
(1) Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran pengelolaan zakat dan harta
agama dilakukan oleh penyidik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. penyidik POLRI yang diberi wewenang penyidikan di bidang Syari’at Islam;
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Pasal 46
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (2) huruf a berwenang :
a. menerima laporan pelanggaran atau pengaduan;
b. melakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat kejadian;
c. memanggil orang/ badan untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
d. melakukan penangkapan,penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mendatangkan ahli apabila diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara;
g. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup
bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan jarimah dan memberitahukan hal
tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya dan pelapor; dan
h. mengadakan tindakan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pasal 45 ayat (2) huruf b dalam melaksanakan
kewenangannya berada dibawah koordinasi penyidik sebagaimana dimaksud pasal 45
ayat (2) huruf a.
(3) Dalam melakukan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik
wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip Syariat Islam, adat-istiadat dan hukum adat
yang berlaku.
25
Pasal 47
Penyidik yang mengetahui dan/atau menerima laporan tentang pelanggaran terhadap
Qanun ini, wajib segera melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 48
Penuntut umum, menuntut perkara jarimah zakat dan harta agama yang terjadi dalam
daerah hukumnya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
Penuntut umum mempunyai kewenangan :
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik;
b. memberi petunjuk kepada penyidik untuk penyempurnaan apabila ada kekurangan
pada penyidikan;
c. membuat surat dakwaan;
d. melimpahkan perkara ke Mahkamah Syari’ah;
e. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa dan keluarganya tentang ketentuan
hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai dengan surat panggilan, baik
kepada terdakwa maupun saksi untuk datang pada sidang mahkamah yang telah
ditentukan;
f. melakukan penuntutan;
g. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sabagai penuntut
umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. melaksanakan putusan hakim.
BAB XI
KETENTUAN ‘UQUBAT
Pasal 50
Setiap orang Islam atau Badan yang melanggar ketentuan Pasal 21 ayat (1), dihukum
karena melakukan jarimah ta’zir dengan ‘uqubat, berupa :
a. denda paling sedikit satu kali nilai zakat yang wajib dibayarkan, paling banyak dua kali
nilai zakat yang wajib dibayarkan; dan
b. kewajiban membayar seluruh biaya yang diperlukan sehubungan dengan audit
khusus.
26
Pasal 51
Barang siapa yang membuat surat palsu atau memalsukan surat Baitul Mal yang dapat
mengakibatkan gugurnya kewajiban membayar zakat, dihukum karena pemalsuan surat
dengan ‘uqubat ta’zir, berupa denda paling banyak Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah),
paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau hukuman kurungan paling lama tiga
bulan atau paling singkat satu bulan.
Pasal 52
Barang siapa yang melakukan, turut melakukan atau membantu melakukan penggelapan
zakat, atau harta agama lainnya yang seharusnya diserahkan pengelolaannya kepada
Baitul Mal, dihukum karena penggelapan, dengan ‘uqubat ta’zir berupa cambuk di depan
umum paling sedikit satu kali, paling banyak tiga kali, dan denda paling sedikit satu kali,
paling banyak dua kali, dari nilai zakat, wakaf, atau harta agama lainnya yang digelapkan.
Pasal 53
Petugas Baitul Mal yang melanggar ketentuan Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal
30 ayat (1) dan Pasal 33 dihukum karena melakukan jarimah penyelewengan pengelolaan
zakat dan harta agama dengan ‘uqubat ta’zir hukuman denda paling sedikit Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah), paling banyak Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) atau
hukuman kurungan paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan
membayar kembali kepada Baitul Mal senilai zakat atau harta agama yang diselewengkan.
Pasal 54
Dalam hal jarimah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52 dan Pasal
53 dilakukan oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) ‘uqubatnya
dijatuhkan kepada pimpinan atau pengurus badan tersebut sesuai dengan tanggung
jawabnya.
BAB XII
PELAKSANAAN ‘UQUBAT
Pasal 55
(1) ‘Uqubat ta’zir yang telah ditetapkan dalam putusan Mahkamah Syar’iyah dilaksanakan
oleh jaksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan ‘uqubat dilakukan segera setelah putusan hakim mempunyai kekuatan
hukum tetap.
27
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 56
(1) Lembaga Amil Zakat atau Badan Pengumpul Zakat lainnya yang telah ada pada saat
qanun ini disahkan dapat melakukan kegiatannya setelah mendaftar pada Baitul Mal
Aceh atau Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Dalam melaksanakan kegiatannya Lembaga Amil Zakat atau Badan Pengumpul Zakat
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan koordinasi dan
melaporkan setiap kegiatannya kepada Baitul Mal Aceh atau Baitul Mal
Kabupaten/Kota.
(3) Lembaga Amil Zakat atau Badan Pengumpul Zakat lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dihentikan kegiatannya paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 57
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 diatur lebih lanjut dengan keputusan
Badan Baitul Mal Aceh.
Pasal 58
(1) Nazhir waqaf yang telah ada pada saat qanun ini disahkan dapat melanjutkan
pengelolaan harta agama setelah mendaftar pada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Dalam melaksanakan kegiatannya Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
melakukan koordinasi dan melaporkan setiap kegiatannya kepada Baitul Mal
Kabupaten/Kota.
Pasal 59
Semua lembaga yang mengurus zakat, wakaf, dan harta agama yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 57 dan Pasal 58 dilarang melakukan
kegiatan dan semua aset dialihkan menjadi aset Baitul Mal.
Pasal 60
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai zakat, waqaf dan harta
agama sejauh tidak diatur dan tidak bertentangan dengan Qanun ini dinyatakan tetap
berlaku.
28
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan pengelolaan zakat, harta wakaf, dan harta
agama lainnya diatur dengan:
a. Peraturan Gubernur untuk lingkup Provinsi Aceh;
b. Peraturan Bupati/Walikota untuk lingkup Kabupaten/Kota, Kemukiman dan Gampong
atau nama lain.
Pasal 62
Pada saat Qanun ini mulai berlaku, Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 7
Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Tahun 2004 Nomor Seri B Nomor 4) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 63
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar semua orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Aceh.
Disahkan di Banda Aceh
pada tanggal 17 Januari 2008 M
8 Muharam 1429 H
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
IRWANDI YUSUF
Diundangkan di Banda Aceh
pada tanggal 18 Januari 2008 M
9 Muharam 1429 H
SEKRETARIS DAERAH ACEH,
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
HUSNI BAHRI TOB
LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2007 NOMOR 10
29
PENJELASAN ATAS
QANUN ACEH
NOMOR 10 TAHUN 2007
TENTANG
BAITUL MAL
A. UMUM
Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh berdasarkan Undang-undang Nomor 44
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh telah
mendorong Pemerintah Aceh untuk membentuk lembaga-lembaga yang didasarkan pada
ketentuan hukum Islam yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Aceh. Salah satu
lembaga tersebut adalah Baitul Mal. Lembaga ini sangat strategis dan penting
keberadaannya dalam rangka mengoptimalkan pendayagunaan zakat, waqaf dan harta
agama sebagai potensi ekonomi umat Islam yang perlu dikelola secara efektif oleh sebuah
lembaga profesional yang bertanggung jawab.
Berdasarkan ketentuan Pasal 191 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh, Badan Baitul Mal, mempunyai kewenangan untuk mengelola zakat,
waqaf dan harta agama.
Disamping itu adanya Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang (Perpu)
Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Masalah Hukum dalam rangka pelaksanaan
Rehabilitasi dan Rekontruksi wilayah dan kehidupan masyarakat Aceh di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara yang mengatur tentang
Baitul Mal dan Perwalian serta tanah yang tidak diketahui pemiliknya.
Berdasarkan hal tersebut perlu dibentuk Qanun Baitul Mal agar tugas dan
wewenang Baitul Mal dapat dilaksanakan secara efektif.
B. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
30
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Bagi Gampong yang tidak memiliki meunasah maka ketua dijabat oleh
imuem mesjid setempat
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
ayat (1)
Yang dimaksud dengan perusahaan klasifikasi menengah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
31
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
huruf a
Pengadministrasian meliputi antara lain: pendataan dan pensertifikatan
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
32
Pasal 34
Harta agama selain zakat, antara lain infak, shadakah, hibah, wasiat, waris dan
kafarat, termasuk harta tanpa pemiliknya.
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup Jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Penyidik yang dimaksud harus beragama Islam dan memahami hukum Islam
Pasal 46
Cukup Jelas
Pasal 47
Cukup Jelas
Pasal 48
Cukup Jelas
Pasal 49
Cukup Jelas
Pasal 50
Cukup Jelas
Pasal 51
Cukup Jelas
33
Pasal 52
Cukup Jelas
Pasal 53
Cukup Jelas
Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas
Pasal 57
Cukup Jelas
Pasal 58
Cukup Jelas
Pasal 59
Cukup Jelas
Pasal 60
Cukup Jelas
Pasal 61
Cukup Jelas
Pasal 62
Cukup Jelas
Pasal 63
Cukup Jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10
Zakat Profesi
Zakat Profesi
Dasar Hukum
Firman Allah SWT:
dan pada harta-harta mereka ada hak untuk oramng miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian
(QS. Adz Dzariyat:19)
Firman Allah SWT:
Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.
(QS Al Baqarah 267)
Hadist Nabi SAW:
Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu
(HR. AL Bazar dan Baehaqi)
Hasil Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf(generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantra mereka (sesuai dengan ketentuan syara'). Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
Contoh:
Akbar adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota Bogor, memiliki seorang istri dan 2 orang anak.
Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000,-.
Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp.625.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 - 625.000) = Rp. 975.000 perbulan.
Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.00 (lebih dari nishab).
Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo.
Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan.
sumber :
Al Faridy, Hasan Rifa'i, Drs.,Panduan Zakat Praktis, Dompet Dhuafa Republia, 1996
Dasar Hukum
Firman Allah SWT:
dan pada harta-harta mereka ada hak untuk oramng miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bagian
(QS. Adz Dzariyat:19)
Firman Allah SWT:
Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.
(QS Al Baqarah 267)
Hadist Nabi SAW:
Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu
(HR. AL Bazar dan Baehaqi)
Hasil Profesi
Hasil profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa salaf(generasi terdahulu), oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khusunya yang berkaitan dengan "zakat". Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantra mereka (sesuai dengan ketentuan syara'). Dengan demikian apabila seseorang dengan hasil profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
Contoh:
Akbar adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota Bogor, memiliki seorang istri dan 2 orang anak.
Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000,-.
Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp.625.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 - 625.000) = Rp. 975.000 perbulan.
Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.00 (lebih dari nishab).
Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo.
Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan.
sumber :
Al Faridy, Hasan Rifa'i, Drs.,Panduan Zakat Praktis, Dompet Dhuafa Republia, 1996
DAFTAR RINCIAN PENGGUNAAN DANA ZIS TAHUN ZAKAT 2009 UNTUK BEASISWA BAGI ANAK FAKIR-MISKIN YANG BERPRESTASI DALAM KABUPATEN ACEH SELATAN
DAFTAR RINCIAN PENGGUNAAN DANA ZIS TAHUN ZAKAT 2009 | ||||||||||||||||||||||
UNTUK BEASISWA BAGI ANAK FAKIR-MISKI YANG BERPRESTASI | ||||||||||||||||||||||
DALAM KABUPATEN ACEH SELATAN | ||||||||||||||||||||||
1. | Sekolah Dasar (SD) & Madrasah Ibtidaiyah (MI) | |||||||||||||||||||||
- | SD | 195 | unit | x | 20 | Siswa | = | 3.900 | Siswa x @.Rp. | 120.000 | ,- | Rp. | 468.000.000 | ,- | ||||||||
- | MI | 36 | unit | x | 20 | Siswa | = | 720 | Siswa x @.Rp. | 120.000 | ,- | Rp. | 86.400.000 | ,- | ||||||||
2. | Sekolah Menengah Pertama (SMP) & Madrasah Tsanawiyah (MTs) | |||||||||||||||||||||
- | SMP | 42 | unit | x | 15 | Siswa | = | 630 | Siswa x @.Rp. | 150.000 | ,- | Rp. | 94.500.000 | ,- | ||||||||
- | MTs | 22 | unit | x | 15 | Siswa | = | 330 | Siswa x @.Rp. | 150.000 | ,- | Rp. | 49.500.000 | ,- | ||||||||
3. | Sekolah Menengah Atas (SMA,MA dan SMK) | |||||||||||||||||||||
- | SMU | 20 | unit | x | 15 | Siswa | = | 300 | Siswa x @.Rp. | 170.000 | ,- | Rp. | 51.000.000 | ,- | ||||||||
- | MA | 11 | unit | x | 15 | Siswa | = | 165 | Siswa x @.Rp. | 170.000 | ,- | Rp. | 28.050.000 | ,- | ||||||||
- | SMK | 7 | unit | x | 15 | Siswa | = | 105 | Siswa x @.Rp. | 170.000 | ,- | Rp. | 17.850.000 | ,- | ||||||||
. | ||||||||||||||||||||||
4. | PESANTREN/DAYAH | |||||||||||||||||||||
- | Tipe A | 8 | unit | x | 10 | Santri | = | 80 | Santri x @.Rp. | 150.000 | ,- | Rp. | 12.000.000 | ,- | ||||||||
- | Tipe B | 13 | unit | x | 10 | Santri | = | 130 | Santri x @.Rp. | 150.000 | ,- | Rp. | 19.500.000 | ,- | ||||||||
6.360 | Siswa/Santri | |||||||||||||||||||||
Rp. | 826.800.000 | ,- | ||||||||||||||||||||
(Terbilang : Delapan ratus dua puluh enam juta delan ratus ribu rupiah) | ||||||||||||||||||||||
| ||||||||||||||||||||||
DAFTAR RINCIAN PENYALURAN DANA ZIS TAHUN ZAKAT 2009 PADA BAITUL MAL KABUPATEN ACEH SELATAN
DAFTAR RINCIAN PENYALURAN DANA ZIS TAHUN ZAKAT 2009 | |||||||||||||||||||||
PADA BAITUL MAL KABUPATEN ACEH SELATAN | |||||||||||||||||||||
A. | Dana ZIS tahun 2009 yang disalurkan terdiri : | ||||||||||||||||||||
- | Saldo ZIS tahun 2008 | Rp. | Nihil | ,- | |||||||||||||||||
- | Penerimaan ZIS tahun 2009 | Rp. | 2.832.561.650 | ,- | |||||||||||||||||
- | Pengembalian kelebihan setoran UPZIS | Rp. | 1.789.398 | ,- | |||||||||||||||||
Jumlah | Rp. | 2.830.772.252 | ,- | ||||||||||||||||||
B. | 1. | Senif Fakir-Miskin ( ± 69,0.. % ) terdiri dari : | |||||||||||||||||||
- | Bantuan kepada 22 orang Fakir-Miskin x 248 Gampong = 5.456 orang @.Rp. 200.000,- (terlampir). | ||||||||||||||||||||
Rp. | 1.091.200.000 | ,- | |||||||||||||||||||
- | Bantuan pembangunan Rumah Dhuafa 3 unit. | Rp. | 36.300.000 | ,- | |||||||||||||||||
- | Bantuan Beasiswa bagi anak Fakir-Miskin yang berprestasi sebanyak 6.360 Siswa se-Kab. Aceh Selatan (terlampir). | ||||||||||||||||||||
Rp. | 826.800.000 | ,- | |||||||||||||||||||
2. | Senif Sabilillah ( ± 16,3.. % ) | ||||||||||||||||||||
- | Bantuan kepada 11 orang x 248 Gampong = 2.728 orang @.Rp. 170.000,- (terlampir). | ||||||||||||||||||||
Rp. | 463.760.000 | ,- | |||||||||||||||||||
3. | Senif Ibnusabil, Riqab, Qharim ( ± 0,09.. % ) | Rp. | 2.700.000 | ,- | |||||||||||||||||
4. | Senif Mu`allaf ( ± 0,09.. %) | Rp. | 2.550.000 | ,- | |||||||||||||||||
5. | Zakat Produktif (pemberdayaan ± 10,5.. % ) | Rp. | 300.000.000 | ,- | |||||||||||||||||
Dana ini diambil dari dana Infaq | |||||||||||||||||||||
6. | Senif Amil ( ± 4,5 %) | ||||||||||||||||||||
Dengan rincian sebagai Berikut : | |||||||||||||||||||||
- | Honor/Insentif Petugas Tenga teras pada Baitul Mal sebanyak 2 Orang x 13 bulan x @.Rp. 500.000,- | ||||||||||||||||||||
Rp. | 13.000.000 | ,- | |||||||||||||||||||
- | Insentif Petugas UPZIS (bendaharawan gaji pada Dinas, Instansi,Badan,Kantor dan Sekolah). | ||||||||||||||||||||
Rp. | 40.000.000 | ,- | |||||||||||||||||||
- | Petugas pada Kantor Camat yang ditunjuk 16 Kecamatan x 2 Orang @.Rp. 150.000,- | ||||||||||||||||||||
Rp. | 4.800.000 | ,- | |||||||||||||||||||
- | Keuchik @.Rp. 100.000,- x 248 Gampong. | Rp. | 24.800.000 | ,- | |||||||||||||||||
- | Sekretaris @.Rp. 100.000,- x 248 Gampong. | Rp. | 24.800.000 | ,- | |||||||||||||||||
C. | Total Pengeluaran/Penyaluran ZIS 2009 | Rp. | 2.830.710.000 | ,- | |||||||||||||||||
D. | Sisa Kas Tahun 2009 | Rp. | 62.252 | ,- | |||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||||
Langganan:
Postingan (Atom)