SELAMAT DATANG di BAITUL MAL KABUPATEN ACEH SELATAN. Sekretariat Pengurusan Zakat, Infaq & Shadaqah ( ZIS ) Se - Kabupaten Aceh selatan

Selasa, 06 April 2010

Manfaat Zakat Hati Dan Zakat Harta


A. Definisi zakat
Secara bahasa, zakat artinya “berkembang dan bertambah dalam kebaikan dan kesempurnaan.” Dikatakan, sesuatu itu zakat, jika sesuatu itu berkembang baik menuju kesempurnaan.

Sesuatu bisa berkembang dengan baik apabila keadaan sesuatu itu bersih dari kotoran dan penyakit. Seperti halnya badan kita, hewan dan tumbuhan bisa berkembang dengan baik jika keadaannya baik dan bersih dari kotoran dan segala penyakit. Demikian pula hati manusia bisa berkembang dengan baik dan sempurna manakala hati itu baik serta bersih dari kotoran dan segala penyakit.

B. Zakat Hati
Dosa dan kemaksiatan yang dilakukan manusia laksana hama pada tumbuhan. Ibarat pasir pada emas dan perak. Demikian pula penyakit hati seperti hasud, sombong, congkak, merendahkan manusia, bodoh, besar kepala, keras hati menjadi penghambat berkembangnya hati. Bahkan terkadang sampai mematikan hati seperti halnya hama yang menghambat pertumbuhan tanaman dan bahkan mematikannya.

Maka, agar hati itu menjadi baik dan agar hati berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan maka hati itu harus dibersihkan terlebih dahulu dari segala penyakit dan kotorannya. Caranya ialah dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan Allah, menjauhi kemaksiatan dan yang dilarang Allah dan banyak bertaubat kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ(30)
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman hendaknya mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kehormatannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (An-Nur: 30)

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan di dalam ayat ini bahwa sucinya hati itu terjadi setelah menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan, yaitu menundukkan pandangan dari yang diharamkan Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala telah menguji kita dengan memberikan nafsu senang melihat sesuatu yang indah-indah, senang melihat wanita berwajah cantik, tetapi harus diketahui bahwa yang disenangi oleh nafsu itu ada yang diharamkan dan ada yang dihalalkan. Apabila seseorang sanggup menahan nafsunya dari yang diharamkan Allah, maka Allah akan mengganti dengan yang lebih baik seperti sejuknya hati, tenangnya hati, senang dan gembiranya hati.

Dalam hadits disebutkan,

“Barangsiapa meninggalkan sesuatu (yang haram) karena Allah niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.” (HR Ahmad dengan sanad shahih)

Mengingat hati itu selalu terikat dengan sesuatu yang dicintainya, maka ketika hatinya bersih, hanya Allah yang dicintainya maka dia hanya menghamba dan tunduk kepada Allah saja. Sedangkan jika di hati itu sudah bercabang kecintaannya pada selain Allah, maka dia akan tunduk kepada apa yang dia cintai. Perbuatan manusia ikut pada kemauan dan keadaan hatinya.

Dalam ayat lain Allah berfirman,
وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ
“Apabila dikatakan kepadamu kembalilah maka kembalilah karena ini lebih suci bagi kalian.” (Ath-Thur: 28)

Ayat ini menerangkan orang yang meminta izin atau bertamu tetapi pemilik rumah belum berkenan menerimanya sehingga dia memohon agar sang tamu kembali kemudian tamu ini mengikuti permohonannya maka itu lebih suci bagi yang bertamu.

Jadi supaya hati bisa berkembang dengan baik menuju kebaikan dan kesempurnaan adalah dengan membersihkan terlebih dahulu dari dosa dan maksiat dan membersihkannya dari penyakit-penyakitnya.

Adapun perkara yang dapat menjadikan hati berkembang dan yang dapat menjadikan hati baik, sempurna, dan suci adalah “tauhid,” yaitu persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang hak selain Allah (لا إله إلاالله)

Tauhid bukan hanya sebagai pengembang hati tetapi juga berfungsi sebagai pembersih hati yaitu membersihkan keyakinan-keyakinan (aqidah) yang batil, membersihkan hati dari keinginan-keinginan yang tidak benar dan tauhid (لا إله إلاالله) merupakan bahan dasar yang menjadikan hati tumbuh dan berkembang dengan baik, yaitu ketika tidak ada lagi di hatinya tuhan-tuhan selain Allah, tidak ada lagi kemauan dan keinginan kecuali karena Allah. Di hatinya hanya ada Allah dan kebenaran yang bisa berbuah menjadi amalan ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah.

Maka dari itu, tidak ada pelajaran yang melebihi ketinggian dan kemuliaan tauhid karena faidahnya yang fundamental karena yang dipelajari adalah Dzat Yang Maha Agung dan Maha Mulia dan aqidah merupakan dasar bangunan Islam setiap muslim yang menjadi penentu kekokohan dan rapuhnya ke-Islaman seseorang.

Allah Ta’ala berfirman:
وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ(6)الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
“Celakalah orang-orang musyrik yang mereka itu tidak menunaikan zakat.” (Fush-shilat: 5-6)

Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan kata “zakat” di ayat ini adalah “tauhid.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir)
Di samping tauhid, amalan ketaqwaan dan ketaatan kepada Allah juga berfungsi sebagai pembersih dan mensucikan hati. Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا(9)
“Sungguh beruntung orang yang mensucikan hatinya.” (Asy-Syams:9)

Juga firman-Nya:
فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى(18)
“Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri?” (An –Naazi’at: 18)
Zakkaa pada ayat ini adalah amalan ketaatan kepada Allah.

Namun demikian bagi orang yang telah dikaruniai taufiq dan hidayah oleh Allah mampu menjalankan ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah tidak diperbolehkan untuk merasa dan menganggap dirinya sudah bersih dan suci. Allah Ta’ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنْفُسَهُمْ
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mengganggap dirinya bersih.” (an-Nisa’: 49)

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ
“Maka, janganlah kalian mengatakan dirimu suci.” (an-Najm: 32)
Pada hakikatnya hanya Allah yang menjadikan seseorang itu bersih dan suci dan hanya Allah Ta’ala yang mengabarkan kebersihan dan kesucian seseroang.

Allah Ta’ala berfirman:
بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ
“tetapi Allah yang membersihkan/mensucikan siapa yang Dia kehendaki.” (An-Nisa”49)

Maka manfaat hati yang sudah dizakati (dibersihkan) akan dapat memudahkan seseorang untuk menerima kebenaran, senang dalam menerima hidayah/petunjuk dari Allah. Lapang dada menerima Islam, senang dan gembira dalam menjalankan ketaqwaan kepada-Nya. Sedangkan jika hati kotor maka yang terjadi adalah sebaliknya, yakni sulit menerima kebenaran dan petunjuk, sempit dan sesak dadanya terhadap syariat Islam dan berat untuk menjalankan ketaqwaan kepada Allah.

C. Zakat Harta
Adapun manfaat zakat harta adalah seperti yang difirmankan Allah:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At-Taubah: 103)

Allah mengumpulkan dalam ayat ini tentang manfaat zakat harta yaitu membersihkan dan mensucikan karena harta tidak akan suci/berkembang tanpa dibersihkan terlebih dahulu.

Lebih jauh Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah menerangkan manfaat zakat harta itu, sebagai berikut:
1. Untuk menyempurnakan keislaman seorang hamba karena zakat termasuk rukun Islam. Rasulullah (Shalallahu ‘alaihi wassallam) bersabda:
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Islam itu dibangun di atas lima dasar mengucapkan syahadat bahwa tidak ada ilah yang hak selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji ke Baitul Haram.

2. Sebagai bukti benarnya iman orang yang berzakat karena nafsu itu sangat senang pada harta maka seseorang tidak akan menyerahkan hartanya kecuali karena menginginkan sesuatu yang lebih baik dari harta itu yaitu ridho Allah yang nilainya jauh lebih baik dan lebih sempurna untuk hamba.

3. Untuk mensucikan akhlak orang yang berzakat karena dengan zakat dia akan keluar dari golongan orang-orang yang bakhil/pelit dan masuk pada golongan orang-orang derma.

4. Zakat dapat melapangkan dada dan menenangkan hati tetapi dengan dua syarat yaitu :
4a. Ketika mengeluarkan zakat harus lapang dada bukan dengan terpaksa, sehingga hati akan mengikutinya karena hatinya akan gelisah ketika seseorang meninggalkan kebiasaan baiknya.
4b. Dia harus sanggup mengeluarkan hartanya dari hatinya sebelum dikeluarkan dari tangannya, karena tidak bermanfaat mengeluarkan dengan tangannya tetapi masih diikat oleh hatinya.

5. Sebagai bentuk kesempurnaan iman karena kita senang manakala saudara kita memberikan hartanya pada kita dan begitu pula saudara kita akan senang kalau kita beri dia harta.

Rasulullah (Shalallahu ‘alaihi wassallam) bersabda :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.”(HR. Muslim)

6. Zakat menjadi sebab masuk surga karena surga itu diperuntukkan bagi orang baik pembicaraannya, suka menebar salam, memberi makan dan orang yang shalat malam ketika manusia sedang tidur.

“Surga itu bagi orang yang memperbagus pembicaraannya, suka menebar salam, suka memberi makan, dan mendirikan shalat malam sedangkan manusia sedang tidur.” (HR. Tirmidzi hadits hasan shahih)

7. Menjadikan masyarakat muslimin seperti satu keluarga, munculnya sifat kepedulian orang yang mampu kepada orang yang lemah, yang kaya kepada yang miskin, menyadari bahwa saudaranya yang lemah dan miskin butuh derma dan kepeduliannya, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadanya.

Allah Ta’ala berfirman:
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Berbuatlah ihsan/kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (Al-Qashash: 77)

8. Zakat dapat meredam sifat memberontaknya orang-orang fakir. Perbedaan sosial yang mencolok sering memunculkan ketidakharmonisan sosial. Si kaya naik mobil, si fakir berjalan kaki. Si kaya tinggal di istananya, si fakir tidur beralas tikar dan berselimut angin dingin. Si kaya makan segala yang dia mau, si fakir harus menguras tenaga dan keringat hanya untuk sesuap nasi. Tetapi jika si kaya bersifat derma dan peduli pada saudaranya maka ini dapat menenangkan keadaan dan meredam kecemburuan sosial dan meredam munculnya benih-benih pemberontakan si miskin terhadap si kaya.

9. Zakat dapat mencegah dosa-dosa harta seperti pencurian, perampasan, perampokan dan penipuan. Karena orang miskin merasa bahwa pada orang kaya ada haknya yang ditahan, sehingga menghambat terlaksananya kebutuhan si miskin.

10. Zakat dapat menyelamatkan dari panasnya hari kiamat.
Rasulullah (Shalallahu ‘alaihi wassallam) bersabda:
كُلُّ امْرِئٍ فَى ظِلِّ صَدَقَتِهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ
“Setiap orang dalam naungan shodaqohnya pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)

11. Zakat dapat mendorong manusia untuk mengetahui dan mempelajari syariat dan hukum Allah karena zakat tidak bisa dilaksanakan tanpa didahului ilmu.

12. Zakat dapat menumbuhkan dan mengembangkan harta, karena zakat melindungi harta dari penyakit-penyakitnya dan Allah akan memberkati harta yang bersih. Dalam hadits disebutkan:
مَا نَقَصَتْ صَدَقٌة مِنْ مَالٍ
“Tidaklah zakat itu mengurangi harta.” (HR. Bukhori)

Seringnya penyakit harta itu dapat memberangus harta secara keseluruhan seperti kebakaran, kebangkrutan, atau sakit yang menguras hartanya.
13. Zakat itu dapat menjadi sebab turunnya kebaikan, dalam hadits disebutkan:

“Tidaklah suatu kaum menolak zakat harta mereka kecuali mereka telah menolak turunnya hujan dari langit.” (HR. Ibnu Majah)

14. Zakat dapat meredam murka Allah.

15. Zakat dapat mencegah dari mati jelek (su’ul khotimah). Dalam hadits disebutkan:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَتَدْفَعُ عَنْ مِيتَةِ السُّوءِ
Dari Anas Radliyallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah (Shalallahu ‘alaihi wassallam) bersabda,” Zakat itu dapat meredam murka Allah dan mencegah mati jelek.” (HR. Tirmidzi)

16. Zakat itu mencegah turunnya bala’ dari langit.

17. Zakat dapat menghapus kesalahan dan dosa, Rasulullah (Shalallahu ‘alaihi wassallam) bersabda, “
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ
“Shodaqoh/zakat itu dapat memghapus kesalahan sebagaimana air dapat meredam api.” (HR. Tirmidzi, hadits hasan shahih).
َمْن تَرَكَ شَيْئًا ِللهِ عَوْضُهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرًا مِنْهُ (رواه أحمد بسند صحيح)

Dan Rasulullah Pun Tertawa

Dan Rasulullah Pun Tertawa

11/9/2008 | 10 Ramadhan 1429 H | Hits: 9.034
Oleh: Mochamad Bugi
Kirim Print
dakwatuna.com - Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa ada seorang lelaki datang menghadap Rasulullah saw. Orang itu punya masalah besar. Ia berkata, “Ya Rasulullah, aku telah binasa.”
Rasulullah saw. bertanya, “Apa yang terjadi?”
Orang itu menjawab, “Saya mendatangi isteri saya di pagi hari bulan Ramadhan dan saya berpuasa.”
Benar. Ini masalah besar. Orang ini telah melakukan dosa yang sangat besar. Ia bersetubuh dengan isteri secara sengaja sewaktu berpuasa di bulan Ramadhan. Namun orang ini sungguh hebat. Ia berani mengakui kesalahannya itu di hadapan Rasulullah saw.
Apa yang dilakukan Rasulullah saw. kepada orang itu?
Rasulullah saw. tidak bermuka masam. Marah? Tidak. Beliau tidak memarahinya. Lelaki itu datang dengan rasa penyesalan dan ingin bertobat. Ia tidak datang dengan sikap membangkang. Ia datang berharap mendapat penyelesaian atas masalahnya.
Maka Rasulullah saw. bertanya, “Apakah kamu punya budak yang bisa dimerdekakan sebagai kafarat atas apa yang telah kamu lakukan?”
Orang itu menjawab, “Tidak.”
Rasulullah saw. bertanya lagi, “Apakah kamu mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?”
Lelaki yang tak mampu menahan nafsunya itu menjawab, “Tidak.”
Rasulullah saw. bertanya lagi, “Apakah engkau mampu memberi makan 60 orang fakir miskin?”
Lelaki itu sekali lagi menjawab, “Tidak.”
Tiba-tiba terjadi kebuntuan. Lelaki itu tidak punya apapun yang bisa digunakan untuk membayar kafarat atas perbuatan dosanya itu. Ia terduduk. Pasrah atas keputusan yang akan ditetapkan Rasulullah saw. atasnya.
Tak lama kemudian, datang seseorang membawa sebakul kurma. Orang ini memberi kurma itu kepada Rasulullah saw.
Rasulullah saw. memanggil si lelaki yang melanggar aturan Allah swt. Kepada orang-orang yang berpuasa. Kepadanya Rasulullah saw. menyerahkan kurma itu. “Ambillah ini. Sedekahkan!”
Orang itu malah bertanya, “Ya Rasulullah saw., apakah saya harus bersedekah kepada orang yang lebih miskin daripada saya? Demi Allah, tidak ada orang yang lebih miskin dari saya di Madinah ini.”
Mendengar itu Rasulullah saw. ketawa. Setelah itu Rasulullah saw. bersabda, “Kalau begitu, berikan kurma itu untuk makan keluargamu!”
Sungguh, betapa lebar senyum lelaki itu. Kafarat dosanya tertebus, keluarganya mendapat makanan. Subhanallah!

Islam Agama Sempurna

Oleh: Mochamad Bugi

Islam Untuk Seluruh Manusia

Kata Islam punya dua makna. Pertama, nash (teks) wahyu yang menjelaskan din (agama) Allah. Kedua, Islam merujuk pada amal manusia, yaitu keimanan dan ketundukan manusia kepada nash (teks) wahyu yang berisi ajaran din (agama) Allah.
Berdasarkan makna pertama, Islam yang dibawa satu rasul berbeda dengan yang dibawa rasul lainnya, dalam hal keluasan dan keuniversalannya. Meskipun demikian dalam permasalah fundamental dan prinsip tetap sama. Islam yang dibawa Nabi Musa lebih luas dibandingkan yang dibawa Nabi Nuh. Karena itu, tak heran jika Al-Qur’an pun menyebut-nyebut tentang Taurat. Misalnya di ayat 145 surat Al-A’raf. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa di Luh-luh (Taurat) tentang segala sesuatu sebagai peringatan dan penjelasan bagi segala sesuatunya.…
Islam yang dibawa Nabi Muhammad lebih luas lagi daripada yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Apalagi nabi-nabi sebelumnya diutus hanya untuk kaumnya sendiri. Nabi Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia. Oleh karena itu, Islam yang dibawanya lebih luas dan menyeluruh. Tak heran jika Al-Qur’an bisa menjelaskan dan menunjukkan tentang segala sesuatu kepada manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab sebagai penjelas segala sesuatu. (An-Nahl: 89)
Dengan kesempurnaan risalah Nabi Muhammad saw., sempurnalah struktur kenabian dan risalah samawiyah (langit). Kita yang hidup setelah Nabi Muhammad diutus, telah diberi petunjuk oleh Allah tentang semua tradisi para nabi dan rasul yang sebelumnya. Allah swt. menyatakan hal ini di Al-Qur’an. Mereka orang-orang yang telah diberikan petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An’am: 90). Dan kamu diberi petunjuk tentang sunah-sunah orang-orang yang sebelum kamu. (An-Nisa: 20)
Sedangkan tentang telah sempurnanya risalah agama-Nya, Allah menyatakan dalam surat Al-Maidah ayat 3. Pada Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku, dan Aku ridha Islam sebagai agama bagimu sekalian….
Rasulullah saw. menjelaskan bahwa risalah yang dibawanya adalah satu kesatuan dengan risalah yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. “Perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi sebelumku ibarat orang yang membangun sebuah rumah. Ia memperindah dan mempercantik rumah itu, kecuali letak batu bata pada salah satu sisi bangunannya. Kemudian manusia mengelilingi dan mengagumi rumah itu, lalu mengatakan: ‘Alangkah indah jika batu ini dipasang!’ Aku adalah batu bata tersebut dan aku adalah penutup para nabi,” begitu sabda Rasulullah saw. (Bukhari dan Muslim)

Agama Selain Islam Ditolak
Sempurna dan lengkapnya risalah agama langit yang Allah proklamasikan pada haji wada’ dengan ayat 3 surat Al-Maidah –yang juga sebagai wahyu terakhir turun–, mengharuskan seluruh manusia tunduk pada Islam. Semua syariat yang terdahulu dengan sendirinya mansukh (terhapus). Dan, tidak akan ada lagi syariat baru sesudah risalah yang dibawa Nabi Muhammad. Risalah dan kenabian telah ditutup dengan diutusnya Nabi Muhammad. ….tetapi ia (Nabi Muhammad) sebagai utusan Alah dan penutup nabi-nabi… (Al-Ahzab: 40). Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.” (Al-A’raf: 158). Dan Kami tidak mengutus kamu kecuali untuk seluruh manusia sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. (Saba: 28). Dan tidaklah Kami mengutusmu, kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. (Al-Anbiya’: 107).
Karenanya, Dan barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima (agama itu) daripadanya. (Ali Imran: 85). Sebab, sesungguhnya agama yang diridhai Allah adalah Islam. (Ali Imran: 19).
Maka, siapa saja yang tidak mengikuti ajaran Nabi Muhammad, ia akan celaka dan menjadi orang yang sesat. Kata Rasulullah saw., “Demi Dzat yang diriku dalam genggaman-Nya, tidak seorang pun dari umat ini, baik Yahudi atau Nasrani, mendengar (berita kerasulan)-ku, kemudian ia tidak beriman kepada apa yang aku bawa, kecuali ia sebagai ahli neraka.” (Muslim)
Allah menegaskan dalam Al-Qur’am, “Barangsiapa menentang Rasul sesudah nyata petunjuk baginya dan mengikuti bukan jalan orang-orang mukmin, niscaya Kami angkat dia menjadi pemimpin apa yang dipimpinnya dan Kami masukkan ke dalam neraka jahanam. Itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 115).
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasu-Nya dan hendak membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan Rasul-Nya, mereka berkata, kami beriman kepada setengah (Rasul) dan kafir kepada yang lain, dan mereka hendak mengambil jalan tengah (netral) antara yang demikian itu. Mereka itu ialah orang-orang kafir yang sebenarnya, dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir itu siksaan yang menghinakan (An-Nisa:150-151).
Risalah yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad telah banyak dilupakan, diselewengkan, diubah, dan ajarannya yang haq telah dihapus. Sehingga, melekatlah kebatilan di kalangan para pemeluknya, baik dalam masalah akidah, ibadah, dan perilakunya. Sementara, Islam adalah agama yang sumber ajarannya, Al-Qur’an dan Hadits, terjaga keshahihannya. Sanadnya tersambung kepada Rasulullah saw. Apakah ada pilihan bagi kita yang ingin berislam kepada Allah swt selain dengan mengikuti risalah yang dibawa Nabi Muhammad? Tentu saja tidak.
Allah berfirman, “Hai ahli kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul Kami, yang menerangkan (syariat Kami) kepadamu ketika rasul-rasul telah putus supaya kamu tidak berkata, ‘Tidak datang kepada kami pemberi kabar gembira dan tidak pula memberi peringatan.’ Allah MahaTahu atas segala sesuatu.” (Al_maidah: 19)

Sumber Ajaran Islam
Isi ajaran Islam yang diserukan Nabi Muhammad dapat diketahui dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang telah diakui keabsahannya oleh para ulama hadits. Islam yang dibawa Nabi Muhammad merupakan hidayah yang sempurna bagi seluruh umat manusia. Allah menurunkan Islam ini secara sempurna dan menyeluruh sehingga tidak ada satu persoalan pun yang menyangkut kehidupan manusia yang tidak diatur. Islam memuat aspek hukum –halal-haram, mubah-makruh, fardhu-sunnah—juga menyangkut masalah akidah, ibadah, politik, ekonomi, perang, damai, perundangan, dan semua konsep hidup manusia.
Begitulah yang Allah katakan tentang Al-Qur’an. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab sebagai penjelas segala sesuatu. (An-Nahl: 89). Dan sebagai pemerinci terhadap segala sesuatu. (Al-A’raf: 145)
Sedangkan yang belum dijelaskan secara gamblang dan rinci dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, dapat diketahui dengan jalan pengambilan hukum oleh para mujtahid umat Islam (istimbath).
Kitab dan Sunah telah menjelaskan semua persoalan yang terkait dengan akidah, ibadah, ekonomi, sosial kemasyarakatan, perang dan damai, perundang-undangan dan kehakiman, ilmu, pendidikan dan kebudayaan, serta hukum dan pemerintahan. Para ahli fiqh membuat klasifikasi ajaran Islam ke dalam persoalan akidah, ibadah, akhlak, muamalah, dan uqubah (sanksi hukum).
Yang termasuk dalam urusan akidah adalah masalah hukum dan pemerintahan. Masalah akhlak adalah masalah tata karma. Sedangkan yang masuk ke dalam urusan ibadah adalah masalah shalat, zakat, puasa, haji, dan jihad. Muamalah menyangkut urusan transaksi keuangan, nikah dna segala persoalannya, soal-soal konflik, amanah dan harta warisan. Sedangkan yang masuk dalam kategori uqubah adalah persoalan qishash, hukuman bagi pencuri, pezina, tuduhan zina, dan murtad.
"Salam Pengurus Kantor Baitul Mal Kabupaten Aceh Selatan"