Friday, 05 October 2007 10:00
Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar menegaskan, masalah kemiskinan yang mendera
umat Islam di Aceh sebagai akibat tsunami dan konflik berkepanjangan, akan mampu teratasi jika saja potensi zakat, harta wakaf dan harga agama dapat dihimpun secara optimal, sesuai amanah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Banda Aceh,
WASPADA Online Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar menegaskan, masalah kemiskinan yang menderaumat Islam di Aceh sebagai akibat tsunami dan konflik berkepanjangan, akan mampu teratasi jika saja potensi zakat, harta wakaf dan harga agama dapat dihimpun secara optimal, sesuai amanah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
Penegasan itu disampaikan Wakil Gubernur pada sosialisasi kesadaran zakat dengan
organisasi profesi dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang dilanjutkan dengan buka puasa bersama di pendopo Wakil Gubernur Aceh, Rabu (3/10).
Disebutkan, kegiatan zakat, infaq dan sadaqah di dalam Islam yang telah diberikan oleh Allah SWT adalah untuk mengentaskan kemiskinan dan membangkitkan solidaritas serta kedermawanan di muka bumi ini, khususnya terhadap ummat Islam sendiri. Selain itu, zakat juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengantisipasi krisis kemiskinan.
"Apabila semua orang kaya, semua pengusaha dan saudagar muslim termasuk di Aceh
misalnya, mau membayar zakat maka ini akan memiliki potensi yang luar biasa. Apalagi
pengusaha muslim yang berasal dari luar Aceh tetapi melakukan usaha di Aceh dan mau
membayar zakat di Aceh, saya kira ini akan sangat baik dan ini memang harus
dilakukan," ujarnya menjawab pertanyaan Waspada.
Kaitannya dengan perpajakan, menurut Muhammad Nazar, untuk Aceh nantinya dapat dibuat peraturan sebagaimana UUPA bahwa zakat—khususnya untuk pengusaha muslim—dapat
menjadi faktor pengurangan pajak. "Kita mengharapkan budaya dan tradisi membayar
zakat serta mewakafkan harta, tradisi melakukan infak dan sadaqah supaya terus tumbuh di kalangan masyarakat Aceh, karena semua itu adalah untuk mensucikan harta yang kita
miliki," pintanya.
Sementara Rektor IAIN Ar Raniry H Yusni Saby yang ditemui Waspada di tempat yang sama menyebutkan, sosialisasi yang dilakukan pada hari itu akan menambah kesadaran masyarakat di Aceh untuk membayar zakat, karena selama ini yang dianggap objek zakat adalah petani padi. Namun sekarang, para ulama telah mengembangkan tidak hanya petani padi, tetapi juga petani cengkeh, petani pala dan sebagainya.
"Sekarang pedagang, pedagang sebenarnya mereka itu membayar zakat. Hanya saja
selama ini mereka membayarnya sendiri-sendiri atau membaginya sendiri-sendiri. Ke depan kita berharap ini tidak seperti itu lagi, zakat para pedagang ini dikutip dan didistribusikan oleh
lembaga," ujarnya.
Menurut H Yusni Sabi, ada dua potensi dalam hal membayar zakat. Pertama mensucikan
harta si pembayar zakat dan kedua dari zakat itu akan lahir kesejahteraan. "Zakat
1 / 2
Kemiskinan Akan Teratasi Bila Zakat Dioptimalkan Friday, 05 October 2007 10:00 dikonsumtif boleh, tetapi sebahagian saja, sebahagian lagi digunakan untuk pertumbuhan.
Dengan semakin banyak saudagar kita (Aceh) membayar zakat, maka idealnya kemiskinan
akan berkurang.
Mudah-mudahan ini bisa dicapai dan bisa direalisir oleh para saudagar kita," tambahnya.
Sementara Ketua Kadinda Aceh H Firmandez mengungkapkan, pranata zakat secara
operasional telah ada seperti Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2004 tentang Zakat, namun perlu disosialisasikan kepada para pelaku bisnis di Aceh. Hal ini dimaksudkan agar pengumpulan zakat secara tersistem dalam kelembagaan resmi dan terjamin akuntabilitas publik secara syariah.
Menyangkut kerjasama Kadin Aceh dengan Baitul Mal Aceh dalam hal pengumpulan zakat
dari para pengusaha atau anggota organisasi itu, H Firmandez mengatakan, di masing-masing kantor Kadin di Aceh nanti akan ada Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang akn bertugas mengumpulkan zakat dari anggota dan menyerahkan kepada Baitul Mal setempat.
Kepala Baitul Mal Aceh Amrullah dalam laporannya menyebutkan, program kerja sama Baitul Mal dengan para pengusaha yang tergabung dalam organisasi Kadin Aceh telah dirintis sejak 2003 dengan mengadakan 'Malam Sayang Duafa'. Kegiatan itu semakin mengkristal dua tahun lalu, berupa kesepakatan untuk membayar infak sebesar setengah persen dari setiap rekanan Pemda yang mempunyai tagihan di atas Rp20 juta.
Kesepakatan itu tertuang dalam Ingub Aceh Nomor 13/2005 tentang Pemotongan Infak dari Perusahaan yang Mendapat Pekerjaan dari Pemda.
Dijelaskan, hasil pengumpulan dana infak dari para rekanan Pemprov Aceh pada Tahun 2005 berjumlah Rp. 1.033.011.000 dan Tahun 2006 senilai Rp2.547.439.000. Sedang Tahun 2007 belum dibukukan.
Dari jumlah tersebut, Rp1,4 miliar di antaranya telah dikeluarkan untuk pengadaan empat hektare tanah berlokasi di Jalan Banda Aceh-Krueng Raya, Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Aceh Besar, untuk pembangunan tempat pengasuhan anak korban tsunami/korban
konflik Aceh.
Selain itu, Rp150 juta untuk pembuatan topography, penetapan batas, biaya surat-surat tanah
dan ganti rugi untuk tanah wakaf seluar satu hektare. Sedangkan hasil pengumpulan zakat oleh
Baitul Mal Aceh pada tahun 2004 berjumlah Rp1,3 miliar, tahun 2005 Rp1,3 miliar, tahun 2006
Rp2,1 miliar dan tahun 2007 sampai dengan Agustus Rp1,2 miliar.
"Jumlah zakat tersebut hampir seluruhnya sudah disalurkan kepada mustahik yang
ditetapkan Dewan Syariah untuk setiap tahunnya," kata Amrullah.
Pada sosialisasi kesadaran zakat dengan organisasi profesi dalam Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yang dilanjutkan dengan buka puasa bersama, turut sejumlah anggota DPR Aceh
dan pengurus Kadinda serta pengusaha Aceh itu, juga dilakukan penandatanganan MoU
pengumpulan zakat antara kepala Baitul Mal Aceh dengan Ketua Kadin Aceh. (b09)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kritik & saran